Walaupun dilahirkan dan dibesarkan
sebagai warga Hulu Sungai Selatan (HSS), namun saya tak pernah sama sekali ke
Kecamatan Daha Barat, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Angkinang, tempat
saya tinggal.
Minggu (12/02/2017) saya ada waktu ke
Daha Barat. Bersama teman sekampung, Rizal, serta seorang teman dari Habirau
Nagara, bernama Zainuddin. Jadilah hari untuk pertama kalinya saya ke Daha Barat.
Kebanyakan orang bilang menuju kesana
enak jalan sungai, bisa naik kelotok atau kapal. Tapi kali ini kami lewat jalan
darat saja. Sebelumnya sekitar pukul 10.00 WITA saya berangkat dari rumah di Angkinang.
Saya kemudian menjemput Rizal di
rumahnya, berjarak sekitar 300 meter dari rumah saya. Setelah itu kami lewat Taniran,
Wawaran, Sungai Kupang terus ke Tawar, dan Bangkau. Zainudin, menunggu dekat
Kantor Pos Daha Selatan.
Setelah itu Zaey Ahmad, begitu nama
facebook Zainuddin, mengajak saya dan Rizal ke tempat ia bekerja, di Madrasah
Tsanawiyah Negeri (MTsN) Habirau Nagara, atau sekarang berubah menjadi MTsN 9
HSS.
Ada yang dikerjakan sebentar. Sementara
Zainuddin mengerjakan tugasnya, saya dan Rizal mencari makanan. Berjarak sekitar
250 meter dari MTsN Habirau Nagara ada penjual nasi sop.
Kami memesan nasi sop disana. Warung
nasi sop itu tepat menghadap ke Sungai Nagara. Jadi sambil menikmati nasi sop sambil
melihat aktivitas lalu lalang perahu, kelotok dan kapal di Sungai Nagara. Puas
menikmati nasi sop kami kembali ke MTsN Habirau Nagara.
Setelah itu kami berangkat menuju Daha
Barat. Zainuddin berada di depan sebagai pemandu. Sementara saya dibelakang berdua
dengan Rizal. Kadang saya yang membawa, kadang saya dibonceng.
Kondisi jalan di Samuda, Kecamatan Daha
Selatan beraspal mulus. Ketika memasuki wilayah Kecamatan Daha, namun masih
jauh dari pusat kecamatan, jalan tanpa aspal menyapa perjalanan.
Hanya hamparan kerikil dan tanah. Tak bisa
dibayangkan kalau sedang musim hujan. Saat seperti ini susahnya minta ampun,
cukup menderita sekali. Khawatir ban motor bocor, karena bannya sudah gundul.
Tapi tetap dijalani dengan sepenuh hati. Saya tak tahu pasti berapa jarak jalan
itu hingga ke pusat kota Kecamatan Daha Barat.
Namun dipastikan seratus persen memang
tak beraspal. Jalan batako / bata press merupakan sarana yang ada di Daha
Barat. Ketika berpapasan dengan kendaraan
lain, salah satunya harus mengalah. Kalau
tidak seperti itu, dipastikan akan ada yang terjatuh.
Kami singgah di Masjid Besar Daha Barat
untuk menunaikan shalat Dzuhur. Untuk mengambil air wudhu kami ke seberang masjid
dimana disana ada lanting di sungai. Setelah shalat Dzuhur kami menuju ke
tempat salah seorang anggota Pengajar Muda Indonesia Mengajar yang bertugas di
SDN Bajayau Tengah 1, namanya Ahadyah Ayu Umaiya.
Tapi ketika kami tiba di rumah tempat ia
tinggal sementara, kata kakak angkatnya Ahadyah Ayu Umaiya sedang berada di Kandangan,
ada urusan penting. Setelah mengatakan titip salam kami balik haluan, kembali
menuju Nagara.
Walau tak bertemu Ahadyah Ayu Umaiya tapi
pengalaman berkesan menuju Kecamtan Daha Barat cukup memberikan kenangan yang
cukup bagus untuk dituliskan. Jadilah ini sebuah catatan ringan perjalanan selama
ke Daha Barat. (ahu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar