Senin, 13 Februari 2017

Perjuangan Berat Menggapai Daha Barat

Selasa, 14 Februari 2017




Walaupun dilahirkan dan dibesarkan sebagai warga Hulu Sungai Selatan (HSS), namun saya tak pernah sama sekali ke Kecamatan Daha Barat, yang berjarak sekitar 50 kilometer dari Angkinang, tempat saya tinggal.

Minggu (12/02/2017) saya ada waktu ke Daha Barat. Bersama teman sekampung, Rizal, serta seorang teman dari Habirau Nagara, bernama Zainuddin. Jadilah hari untuk pertama kalinya saya ke Daha Barat.

Kebanyakan orang bilang menuju kesana enak jalan sungai, bisa naik kelotok atau kapal. Tapi kali ini kami lewat jalan darat saja. Sebelumnya sekitar pukul 10.00 WITA saya berangkat dari rumah di Angkinang.

Saya kemudian menjemput Rizal di rumahnya, berjarak sekitar 300 meter dari rumah saya. Setelah itu kami lewat Taniran, Wawaran, Sungai Kupang terus ke Tawar, dan Bangkau. Zainudin, menunggu dekat Kantor Pos Daha Selatan.

Setelah itu Zaey Ahmad, begitu nama facebook Zainuddin, mengajak saya dan Rizal ke tempat ia bekerja, di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) Habirau Nagara, atau sekarang berubah menjadi MTsN 9 HSS.

Ada yang dikerjakan sebentar. Sementara Zainuddin mengerjakan tugasnya, saya dan Rizal mencari makanan. Berjarak sekitar 250 meter dari MTsN Habirau Nagara ada penjual nasi sop.

Kami memesan nasi sop disana. Warung nasi sop itu tepat menghadap ke Sungai Nagara. Jadi sambil menikmati nasi sop sambil melihat aktivitas lalu lalang perahu, kelotok dan kapal di Sungai Nagara. Puas menikmati nasi sop kami kembali ke MTsN Habirau Nagara.

Setelah itu kami berangkat menuju Daha Barat. Zainuddin berada di depan sebagai pemandu. Sementara saya dibelakang berdua dengan Rizal. Kadang saya yang membawa, kadang saya dibonceng.

Kondisi jalan di Samuda, Kecamatan Daha Selatan beraspal mulus. Ketika memasuki wilayah Kecamatan Daha, namun masih jauh dari pusat kecamatan, jalan tanpa aspal menyapa perjalanan.

Hanya hamparan kerikil dan tanah. Tak bisa dibayangkan kalau sedang musim hujan. Saat seperti ini susahnya minta ampun, cukup menderita sekali. Khawatir ban motor bocor, karena bannya sudah gundul. Tapi tetap dijalani dengan sepenuh hati. Saya tak tahu pasti berapa jarak jalan itu hingga ke pusat kota Kecamatan Daha Barat.

Namun dipastikan seratus persen memang tak beraspal. Jalan batako / bata press merupakan sarana yang ada di Daha Barat. Ketika berpapasan  dengan kendaraan lain, salah satunya harus  mengalah. Kalau tidak seperti itu, dipastikan akan ada yang terjatuh.

Kami singgah di Masjid Besar Daha Barat untuk menunaikan shalat Dzuhur. Untuk mengambil air wudhu kami ke seberang masjid dimana disana ada lanting di sungai. Setelah shalat Dzuhur kami menuju ke tempat salah seorang anggota Pengajar Muda Indonesia Mengajar yang bertugas di SDN Bajayau Tengah 1, namanya Ahadyah Ayu Umaiya.

Tapi ketika kami tiba di rumah tempat ia tinggal sementara, kata kakak angkatnya Ahadyah Ayu Umaiya sedang berada di Kandangan, ada urusan penting. Setelah mengatakan titip salam kami balik haluan, kembali menuju Nagara.

Walau tak bertemu Ahadyah Ayu Umaiya tapi pengalaman berkesan menuju Kecamtan Daha Barat cukup memberikan kenangan yang cukup bagus untuk dituliskan. Jadilah ini sebuah catatan ringan perjalanan selama ke Daha Barat. (ahu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...