Senin, 04 Juni 2012

KUMPULAN TULISAN AKHMAD HUSAINI

Senin, 4 Juni 2012


LEBARAN DAN KEBIASAAN KITA

            Bagi umat Islam di Indonesia, berlebaran adalah suatu tradisi yang telah mendarah daging. Sulit dipisahkan dari kaitan adat istiadat dan kebiasaan yang telah membudaya, telah berakar sejak masa nenek moyang kita memeluk agama Islam berabad-abad yang lalu. Antara ritual keagamaan dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada hari lebaran itu, seakan-akan telah menyatu, sulit dipisahkan. Kalau tidak menjadi inti seluruh kegiatan, sekurang-kurangnya merupakan rangkaian yang melengkapi.
            Memang tak bisa dipungkiri. Kebiasaan membeli pakaian baru yang bagus-bagus untuk berlebaran itu, misalnya, merupakan sesuatu yang sulit dihindarkan. Pertama-tama pakaian yang bagus-bagus itu tentunya diperlukan untuk shalat idul fitri. Membuat ketupat  dan penganan yang enak-enak menjelang hari raya itu, biasanya disediakan untuk tamu-tamu yang bersilaturrahmi, disamping untuk dimakan sendiri sekeluarga dan sanak keluarga. Bahkan biasa juga dikirimkan kepada tetangga dekat atau kerabat dekat maupun jauh. Hingga seringkali terjadi, saling kirim mengirim makanan antara sesama tetangga atau kerabat dan karenanya saling mencicipi makanan masing-masing.
            Dalam hal bersilaturrahmi, seringkali terjadi saling kunjung-mengunjungi antara satu sama lain. Namun kebiasaan yang paling umum adalah orang-orang yang lebih muda mengunjungi para orangtua, sesepuh atau pemimpin panutan yang berpengaruh.
            Itu semua, biasanya berlangsung pada hari-hari lebaran, terutama hari pertama setelah turun mimbar. Yakni setelah selesai shalat Ied di masjid atau lapangan.
            Bagaimanapun, kebiasaan-kebiasaan tersebut bukanlah sesuatu yang bisa dilewatkan begitu saja. Akan timbul perasaan kurang enak bila kebiasaan itu tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sedih sekali rasanya bila kita tidak ikut berlebaran seperti itu. Terutama bagi mereka yang tinggal jauh dari kampung halaman, jauh dari sanak famili, terlebih-lebih dari orangtua. Rasanya seperti terkucil dari kaum atau kelompok sendiri, terasing dari teman dan handai taulan dan seakan-akan tercabut dari akar kebudayaan yang telah melekat erat dalam jiwa kita. Kebiasaan-kebiasaan itu memang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita.
            Namun, bumi berputar terus pada porosnya dan perubahan pun terjadi. Saya kira, tak sedikit diantara kita yang tak mampu melaksanakan kebiasaan- kebiasaan itu sebagaimana yang senantiasa mereka alami dimasa yang sudah-sudah. Mungkin karena urbanisasi, karena transmigrasi dan sebab-sebab lain yang timbul akibat perubahan dan perkembangan zaman. Ini merupakan kenyataan hidup kita masa kini. Pembangunan nasional yang tengah kita galakkan sekarang ini, mau tak mau, membawa efek dan konsekuensi tertentu yang tidak selalu sesuai dengan harapan dan keinginan disamping dampak positif yang menguntungkan. Itulah kehidupan. Diantara yang harus kita terima sebagai kenyataan tak terhindarkan itu, ialah berjauhan dengan sanak famili dan handai taulan, karena harus meninggalkan kampung halaman atau tempat tinggal. Mungkin buat sementara mungkin juga untuk selama-lamanya. Hingga tak bisa tidak, kita terputus dari kebiasaan-kebiasaan masa lalu yang telah melembaga. Atau sekurang-kurangnya tidak bisa seperti dimasa yang sudah –sudah  dengan segala suka duka dan suasana kekeluargaan sebagaimana terjadi pada waktu kita masih terikat pada kebiasaan itu.
            Lalu, bagaimana harus kita lakukan manakala kita tidak bisa lagi berlebaran seperti dulu-dulu ? Pertama-tama, mungkin kita harus ingat, bahwa yang terpenting dari semua rangkaian kebiasaan berlebaran itu ialah shalatnya. Melaksanakan shalat Idul Fitri secara berjamaah, mendengarkan khutbah dan kemudian bersalam-salaman atau bersilaturrahmi. Itulah yang terpokok. Bahkan sebelumnya, yang juga tidak kurang pentingnya, ialah  melaksanakan ibadah puasa (shaum), tarawih, dan tadarus Al-Qur’an pada hari-hari dan malam-malam selama bulan Ramadhan. Kemudian, yang juga termasuk inti berlebaran ialah menunaikan zakat fitrah. Apabila kesemua rangkaian pokok itu telah dilaksanakan, telah ditunaikan, sebenarnya kita telah berlebaran secara tuntas.
            Hal-hal lainnya hanyalah pelengkap yang takkan mengurangi nilai ibadah kita manakala kita tidak mampu melakukannya. Karena sebenarnya, hanya orang-orang yang telah berhasil menempuh rangkaian ibadah itulah yang paling berhak berlebaran. Bukan pakaian baru, makanan serba enak atau minuman berlimpah. Bukan pula sentuhan angan atau kata-kata permohonan saling memaafkan yang bersifat formalitas yang terpenting, tapi keikhlasan hati untuk saling membebaskan diri kita dari rasa iri, dengki, hasud, dan perangai-perangai buruk lainnya. Lagipula, bukan hanya pada hari-hari lebaran saja seharusnya berlebaran itu dilaksanakan, tapi juga untuk hari-hari selanjutnya sepanjang tahun. Lebaran hanyalah motivator, bukan motor. Sebab, motornya yang menggerakkannya ialah iman dan taqwa. Bila demikian, kita sebenarnya dapat berlebaran setiap hari.
            Yang patut kita tekankan pula pada saat berlebaran itu ialah bersyukur kepada Tuhan. Bersyukur karena nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada kita, karena kita telah mampu melaksanakan titah dan perintah-Nya dengan tulus.

Kandangan, 15 Maret 2012
           






GEGER WARUNG PAKUMPAYAN


            Malam ini saya tak bisa tidur. Lapar. Tadi tidak makan. Sementara hujan turun hujan cukup lebatnya. Dingin.
            Saya coba buka koran . Pada SKH Banjarmasin Post edisi Selasa, 13 Maret 2012 halaman 28 terdapat judul : ALFI DITEMBAK DI PERUT. Dengan subjudul Diduga Mabuk dan Ngamuk di Mapolsek Angkinang. Ada ilustrasi : 1) Minggu (12/3) pukul 19.40 Wita Alfi (25) naik taksi. 2) Karena membuat ulah diturunkan di Angkinang. 3) Warga emosi, memukuli Alfi. 4) Polisi datang bawa Alfi. Di Polsek,menyerang petugas.  5) Akhirnya, ditembak, kena perut.
            Alfi berasal dari Amuntai. Dilarikan ke RS Bhayangkara Banjarmasin. Di perutnya bersarang timah panas setelah pistol yang coba direbutnya menyalak.
            Saya benar-benar tidak tahu kejadian ini kalau tidak baca koran. Saya kurang pergaulan. Padahal lokasi kejadian dan Polsek tidak jauh dari rumah saya. Warung Pakumpayan sekitar 500 meter. Polsek Angkinang 200 meter.
Dari BPost lah saya tahu kejadian ini. Alfi diduga mabuk obat.
            Sementara hal lain yang berhubungan dengan warung Pakumpayan adalah beredarnya VCD lagu. Lagu tentang keberadaan warung tersebut bersama H. Sofyan Kandangan. Latarnya adalah warung Merry, MIN, MTsN Angkinang, dsb.

Kandangan, 31 Maret 2012



CERITA DARI HAMAK

            Minggu pagi sekitar pukul 10.00 Wita saya berangkat dari rumah ke Hamak. Mendatangi anak-anak MTsN Angkinang yang mengikuti perkemahan LT III disana.
            Saya membawa jaket. Lewat Pakuan, Mandampa, Lokbinuang, Telaga Langsat. Masuk Hamak. Saya mendapatkan tantangan. Dalam kesendirian bersepeda motor ada tanjakan dan turunan yang tinggi. Sangat bernuansa pedesaan. Ada orang menyadap karet dikiri-kanan jalan. Sampai di Hamak Timur. Cari lokasi. Ketemu Khulaifi dan bubuhan Hipta. Mereka datang dari Air Terjun Sumaragi.
            Saya mencari lokasi kemah regu putera. Ketemu dua personel. Yang lain berada di lapangan utama yang juga lokasi peserta regu puteri.
            Saya kesana. Ternyata peserta sedang mengikuti lomba. Di tenda ada dua yang tinggal. Saya nongkrong sebentar. Ada Dedi Wahyudi dan Muchei Rifai. Saya mau ke lokasi air terjun tapi setengah jalan saya balik kembali.
            Kembali ke tenda puteri. Tapi saya tidak betah. Saya kembali ke tenda putera yang berjarak sekitar 300 meter. Duduk disana. Ke sungai buang air kecil. Duh segarnya. Saya betah berlama-lama disana.
            Kegiatan ini ditutup oleh Kakwarcab Pramuka HSS, H. Achmad Fikry. Pada even ini MTsN Angkinang mendapatkan dua gelar juara lomba yakni diperoleh regu putera.
            Menurunkan tenda adalah momen yang sangat melelahkan. Selesai dirapikan beserta barang-barang lainnya.  Lalu membawa kembali barang-barang tersebut ke tempat mobil truk yang menunggu di tepi jalan. Berjarak sekitar 300 meter dari lokasi kemah. Berat juga. Saya membantu seadanya saja. Semampu saya. Kami pulang lewat Mawangi.
            Di Jembatan Merah saya berhenti. Hujan cukup lebat. Saat teduh saya meneruskan pulang.
            Membantu menurunkan barang dan menempatkannya di sekolah.

Kandangan, 25-03-2012


RINDU URBANA

            Saya rindu menulis kembali ke Tabloid Urbana. Bila ada waktu dan kesempatan saya akan kirim tulisan kesana. Pas sekali bila dilengkapi dengan foto.
            Saya akan menulis ke rubrik Mubina, Pustaka, dan Oase. Lalu kalau bisa juga rubrik Seni dan Budaya, Kini dan Dulu, dsb.
            Alangkah serunya bila saya diberi kartu pers oleh pihak Urbana. Ada duit olah baju kaos berlabel Urbana.
Buat stiker Urbana. Lalu disebar kemana-mana. Sebagai bentuk promosi murah Seperti saat ke Air Terjun Haratai. Banyak-banyak saya tempeli stiker Urbana di tempat peristirahatan.
.Setiap hari Senin khusus cari berita / liputan ke sumber berita di HSS, HST, dan Tapin. Bisa pula ke HSU, Balangan dan Tabalong. Sekaligus membantu Zaidinnor, perwakilan Urbana di Banua Enam.
            Biar penampilan sederhana tapi otak cerdas. Ternyata kamu wartawan ya ? Untuk apa kamu menulis ? Begitu banyak pertanyaan yang disuguhkan kepada saya. Saya menulis karena hobi dan sudah menjadi bagian hidup saya.Titik.
            Alangkah indahnya saya buat tulisan ke Urbana. Walaupun tidak dimuat tapi saya sudah berusaha. Masih ada blog pribadi. Jadi sewaktu-waktu kirim lagi. Terus menulis ! Menulis terus !
            Pada Dulu dan Kini saya mengulas tentang dunia pariwisata Loksado. Saya kan wawancara dengan Kadinasparbud HSS. Juga dengan warga dan pemerhati Loksado. Dilengkapi beberapa foto seperti Gunung Kantawan, Balanting Paring, dan jembatan gantung.
            Pada Pustaka saya mengulas buku Mohammad Sobary berjudul Singgasana dan Kutu Busuk.
            Pada rubrik Oase saya menulis profil penjual es keliling di HST. Lalu pada Surat Dari Kandangan saya menulis masa lalu suling Bamban yang fenomenal saat itu.

Kandangan, 27-03-2012










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...