Senin, 04 Juni 2012

KUMPULAN CERPEN AKHMAD HUSAINI

Senin, 4 Juni 2012


AKHMAD HUSAINI

 Kumpulan Cerpen


Kai Imbran
dan
Sepedanya



SKETSA HSS
www.sketsahss212.blogspot.com
Menguak  Hulu Sungai Selatan Lebih Jauh

2012

 
TENTANG PENULIS

            AKHMAD HUSAINI, lahir di Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 18 November 1979.
Karyanya berupa puisi, cerpen, artikel, dsb pernah disiarkan dan dipublikasikan di : BBC London Siaran Bahasa Indonesia, Radio Australia, RRI Nusantara III Banjarmasin, SKM Media Masyarakat, SKM Gawi Manuntung, SKH Banjarmasin Post, SKH Metro Banjar, Tabloid Bebas, Tabloid Serambi Ummah, Tabloid Gerbang, SKH Radar Banjarmasin, Buletin Berita HIFI, dan Tabloid Urbana.
Kegiatan sastra yang pernah diikuti antara lain : Diskusi Sastra “ Hijaz Yamani Dalam Pergaulan Sastra “ Desember 2003 di Banjarmasin ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan I , Tahun 2004 di Kandangan ; Workshop Penulisan Cerpen Dalam Rangka Kongres Cerpen Indonesia (KCI) V Tahun 2007 di Taman Budaya Kalsel Banjarmasin ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan IV Tahun 2007 di Amuntai ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan V  Tahun 2008 di Paringin ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan VI Tahun 2009 di Marabahan ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan VII Tahun 2010 di Tanjung : Aruh Sastra Kalimantan Selatan VIII Tahun 2011 di Barabai.
Puisinya dimuat dalam buku antologi penyair Kalimantan Selatan :  Do’a Pelangi di Tahun Emas (2009) , Menyampir Bumi Leluhur (2010) dan Seloka Bisu Batu Benawa (2011).
Sekarang tinggal di Jl. A.Yani Km.8 RT.1 No.40 Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Kode Pos 71291 e-mail : beritahss@yahoo.co.id. blog : www.sketsahss212.blogspot.com
           

UCAPAN TERIMA KASIH

                Dengan izin Allah SWT, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan Kumpulan Cerita Pendek : Kai Imbran dan Sepedanya  ini. Namun tidak afdhal kiranya bila belum mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu atas terbitnya buku ini.
            Yang pertama tentunya kepada kedua orangtua saya yang selalu mendorong untuk benar-benar  menekuni dunia yang satu ini, dunia tulis-menulis.  Do’a mereka selalu menyertai setiap gerak langkah yang saya lakukan.
            Kemudian kepada rekan sejawat saya sastrawan Kandangan, Aliman Syahrani yang begitu besar jasanya terhadap saya dalam menggeluti dunia sastra. Yang memotivasi untuk terus berkarya. Juga menyediakan apa saja yang diperlukan. Seperti komputer untuk menulis naskah tulisan serta buku-buku seputar sastra.
            Ucapan berikutnya kepada M. Abdan Shadieqi yang selalu setia meluangkan waktu walau sesibuk apapun membantu penyelesaian naskah karya ini menjadi sebuah buku.
            Juga kepada mas Baban Sarbana, lewat tulisannya yang saya baca baik di blog Lebah Cerdas maupun Kompasiana, saya makin termotivasi dalam menulis.
            Juga kepada teman-teman saya yang tergabung dalam RIAK ( Regenerasi Islam AlKautsar ) : Ma’mun Syarif, Akhmad Syarifudin, Herry Supriadi, Rezki Anshari, Hendry Riswandi, Maulana Ahadi, Hairul Ilmi, Falkiani, Taufik Rahman, dan Silahudin. Semoga organisasi kita tetap eksis berkiprah di masyarakat.
            Kepada rekan saya Azroni Rizza beserta isteri yang dulu gencar menyemarakkan kegiatan Islami. Kini berprofesi sebagai aparat hukum, jadi polisi. Kapan kita dapat bersama seperti dulu lagi ?
            Tak akan pernah saya lupakan teman-teman alumni PSBR Budi Satria Angkatan XXXIX Tahun 2000. Terutama kepada Syam’ani, Tini Chalis Sari, Maria Olfah, Ernie Susiantie, Erma Ratnapuri, Ray Hairullah, Andrian, Alik Riduan, Syaiful Rahman, Abdul Majid, M. Abduh, Basuni, Zulkifli, M. Ali, Jayadi, M. Syafi’e, dll. Banyak inspirasi dari mereka yang memenuhi karya ini.
            Juga ucapan terima kasih tak lupa saya persembahkan kepada kepala PSBR Budi Satria saat itu, Drs. E. Kusmayadi  yang selalu memacu untuk berdisiplin. Juga kepada Peksos Bapak Thamrin yang pernah mengatakan peluang emas tidak akan datang untuk kedua kali, oleh karena itu manfaatkanlah sebaik mungkin.  Juga mengatakan agar setiap melakukan sesuatu harus dengan perasaan. Tak lupa juga kepada Peksos lainnya : Bapak Agus yang pernah berucap agar selalu menjadi pelopor, Ibu Safta, Ibu Ida, Ibu Tita Febriani yang bungaz en keren abiz, Ibu Sacik, Ibu Sutinah, Hadi, Idang, dan Kadek.
            Lalu ucapan terima kasih banyak juga dihaturkan kepada rekan sejawat saya Akhmad Rizali yang selalu menemani  dalam berbagai kegiatan.
            Tak lupa juga kepada Bambang Rahmatullah dan Syamsu Rais, wartawan Tabloid BeBAS yang pernah datang ke tempat saya untuk mengkonfirmasi sebuah berita. Mereka memotivasi saya untuk terus menulis di media.
            Juga kepada Ibrahim HN, Redaktur Gaib SKH Metro Banjar yang sudah memuat puluhan  karya saya di medianya sejak Januari 2003.
            Kepada Yusni Hardi dan Mahfuz Abdullah, wartawan SKH Radar Banjarmasin yang eksis membangun HSS di media mereka.
            Juga kepada Hanani, SH, wartawati SKH Banjarmasin Post sering jadi teman berbincang soal pembangunan di Hulu Sungai Selatan. Juga Aliansyah Jumbawuya, wartawan Tabloid Serambi Ummah yang buku miliknya kumpulan cerpen Putu Wijaya berjudul BLOK pernah dipinjam untuk bahan referensi sastra saya.
            Lalu tak lupa pula kepada Sumile Rusbandi, penyiar Radio Gema Kuripan Amuntai yang memberikan ilham tentang kreasi-kreasi baru dalam materi karya saya.
            Untuk kesekian kali terima kasih saya ucapkan kepada sastrawan Kandangan yang turut mendorong saya lebih maju lagi dalam berkarya. Terima kasih kepada Burhanuddin Soebely, Djarani EM, Iwan Yusi, Hardiansyah Asmail, Muhammad Fuad Rahman, Imraatul Jannah, Muhammad Faried WSH. Juga kepada Jamal T Suryanata, sastrawan Kalsel kelahiran Kandangan yang bermukim di Pelaihari, Tanah Laut. Ternyata ia alumni MTsN Angkinang, urang Sungai Baru.
            Juga kepada Bapak Bahdar Djoehan, anggota DPRD HSS, mantan wakil Bupati HSS yang pernah melontarkan ucapan agar terus menulis tentang HSS asal sesuai dengan koridor yang berlaku.
            Kepada Drs. Jarkasi, Dosen FKIP Unlam Banjarmasin yang pernah perhatian terhadap diri saya dalam berkarya.
            Juga kepada Adi Lesmana ( Pimpinan Hitro Computer ), Syaiful Rahman,  dan Udin yang selalu menyediakan tempat dan waktu bagi saya dalam berbagi cerita.
            Terima kasih banyak selanjutnya saya ucapkan kepada orang-orang yang dulu pernah seperjuangan mengelola Tabloid Gerbang : Bapak Rahmady Radiany, Sufriatni Dharma, Abdaludin, Ruslan Faridi, M. Supeli AG, Fahrudin, (Alm) Zafuri Baseri, (Alm) Muhammad Faried, Wasnan Amri, dan Fitriansyah Hidayat. Kapan Gerbang terbit kembali ?
            Juga kepada Bapak Rahmatullah AR, Pimpinan Duta Setia Komputer Kandangan yang juga Ketua MPC Poros Indonesia HSS yang mengatakan sebuah kesuksesan berawal dari aplikasi khayalan.
            Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada Bapak H. Zuhdi Basyuni, Ahdizzairin, dan Bahrul Fikri AM, pengurus teras DPC PPNUI HSS. Yang memberikan pengalaman tentang betapa sulitnya mengelola sebuah partai politik.
            Juga kepada Syamsul Muarif, pengurus PWI Reformasi Kalsel yang juga aktivis organisasi kepemudaan di Kalsel. Ia mewanti-wanti agar jangan terpengaruh dengan narasumber saat mengkonfirmasi berita.
            Juga kepada Dewan Guru dan Staf Tata Usaha MTsN Angkinang yang selalu memberi ruang dalam meniti jalan hidup. Termasuk siswa-siswinya yang banyak mengilhami lahirnya karya ini.
            Tak kalah penting juga saya ucapkan kepada M. Ibrahim, rekan saya yang kini menjadi guru di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng. Sering membantu dan memberitahu tentang karya saya yang dimuat di media massa.
            Juga kepada Sandi Firly, Redaktur Sastra SKH Radar Banjarmasin. Lewat rubrik Cakrawala Sastra dan Budaya saya dapat memperkaya khazanah dalam berkarya.    
            Juga kepada Joni Wijaya, mahasiswa Unlam yang ternyata adalah seorang cerpenis kelahiran Kandangan.
            Juga kepada Rahmadiansyah, anggota KIPPP ( Komisi Independen Pemantau Pelayanan Publik ) Hulu Sungai Selatan yang selalu sejalan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
            Tak lupa pula kepada Mas Suyadi, pengasuh Club HIFI ( Hobbies Information Friends Indonesia ) Jakarta yang menggairahkan diri saya untuk ikut berpartisipasi dalam wadah tersebut.
            Juga kepada karyawan-karyawati  Kantor Perpustakaan Dokumentasi dan Arsip Daerah ( KPDAD ) HSS terutama kepada Bapak Tajidinnor yang selalu terbuka terhadap kehadiran saya disana.
            Kepada Muhammad Radi yang memotivasi saya untuk terus berkarya selagi masih muda dan sedang gairah-gairahnya.
            Juga ucapan terima kasih banyak saya haturkan kepada Hertayuni dan Naisaburi, yang selalu mengawasi karya saya di media massa. Juga rekan saya Bastani yang pernah seia-sekata untuk membuat tulisan ke media massa.
            Juga famili saya Jumliyani Sari, yang ikut memberikan semangat agar tetap terus berkarya. Juga yang selalu membantu, Mahmudin dan Akhmad Syarkawi. Juga M. Rasyid yang pernah mengemukakan agar saya dapat membuat sebuah buku. Ini menyusul seiring dengan tingginya frekuensi penerbitan karya saya di media massa.
            Juga kepada Syaiful Kamrani, agen koran di Pasar Angkinang. Juga kepada pimpinan dan karyawan PT Pos Indonesia Angkinang. Juga kepada Yusril Jauhari yang selalu membantu saya.
            Terima kasih juga saya persembahkan kepada rekan-rekan seperjuangan di dunia gelimang lumpur, keringat, dan matahari : Mulyadi, Raji, Fahri, Suhaimi, Ambin, Taberani, dan Jain. Semoga selalu tabah dan sabar dalam menjalani hidup yang begitu terjal ini.
            Serta semua pihak yang tidak dapat disebut satu-persatu yang turut mendukung keinginan saya sejak lama untuk menerbitkan sebuah buku.
            Dengan kehadiran buku ini diharapkan kecintaan kita terhadap dunia sastra kian tinggi. Setidaknya dapat menghargainya sebagai sebuah karya yang monumental.
            Saya berharap ada kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan buku ini. Karena buku ini masih banyak kekurangannya disana-sini. Atas perhatian semua pihak diucapkan terima kasih banyak. Selamat membaca semoga ada manfaatnya.


AKHMAD HUSAINI

 

KAI IMBRAN
DAN
SEPEDANYA
            Kai Imbran ribut. Sepeda kesayangannya tak ada di rumahnya. Akibatnya dia mendadak temperamental. Nini Ipat, isterinya pun jadi sasaran.
            ” Aku bosan mendengar ocehanmu,” ucap Kai Imbran singkat.
            Kenapa Kai Imbran begitu fanatik dengan sepedanya itu ?
            ” Karena ia punya sejarah tersendiri bagi kehidupanku,” ujar Kai Imbran saat ditanya tetangganya yang turut prihatin melihat keadaan Kai Imbran setelah kehilangan sepedanya. Baginya sepeda itu adalah harta pusakanya.
            ” Kalau sepintas lalu sepeda itu adalah biasa-biasa saja. Di pasar pun banyak dijual,” beritahu Kai Imbran. Sepedanya itu ujar Kai Imbran sudah tua.
            “ Sepeda itu dibeli saat aku masih bujangan dulu hasil dari bertani,” ujar Kai Imbran.
            Menurut Kai Imbran saat pacaran dengan Nini Ipat dulu sepeda itu jadi saksi bisu. Karena saat pacaran sepeda tersebut selalu dibawa. Kai Imbran sudah puluhan tahun pensiun. Ia dulu jadi guru di daerah terpencil. Kini bersama dengan Nini Ipat mendiami sebuah rumah di sudut kampung kelahiran yang indah dan damai. Kai Imbran dan Nini Ipat dikaruniai dua orang anak. Kini bermukim di pulau Jawa. Saban lebaran mereka pulang kampung untuk bersilaturrahmi dengan orangtua dan sanak famili lainnya.
            Kenapa Kai Imbran ngotot mencari kemanapun sepedanya itu. Ternyata sepeda itu mempunyai sejarah tersendiri baginya. Banyak kenangan tersimpan di sepeda itu. Yang tak dapat digambarkan dengan kata-kata.
            Kai Imbran sibuk mencari ke kolong rumah kalau-kalau sepedanya itu ada disana. Kai Imbran mencari ke pasar loak. Kalau-kalau sepedanya bisa ditemukan di tempat itu. Setiap sepeda diamati secara detail dan hati-hati. Berjam-jam Kai Imbran berada disana. Namun usahanya tetap nihil.
            Minggu berikutnya ia kembali melakukan hal yang sama.
            ” Bagaimana kalau beli yang baru untuk mengganti sepeda itu ?” ujar Nini Ipat.
            Namun Kai Imbran tetap pada pendiriannya. ” Sepeda itu punya sejarah tersendiri yang tak bisa dilupakan,” ujar Kai Imbran.
            Hal ini tentu saja membuat Nini Ipat tak berkutik. Menurut apa kata suami. Namun ia tetap turut berusaha memecahkan masalah ini.
            Dulu sepeda itu selalu digunakan Kai kemanapun juga seperti ke kenduri, pasar, sawah, dan tempat lainnya.
            Entah kenapa hari itu Kai Imbran tidak memakai sepeda itu lagi. Ia terlihat seperti seorang gadis cantik yang kehilangan pesona. Tak ada lagi yang berani memandangnya. Seperti orang yang buruk rupa. Bahkan anak-anak yang tinggal se kampung dengan Kai Imbran berani mengejek.
            ” Hilang sepeda seperti orang Kayu Tangi Ujung,” ucap anak-anak itu sembari memperlihatkan pantat mereka ke arah muka Kai Imbran. Sungguh terlalu.....
            Tentu saja Kai jadi berang melihat pelecehan diri tersebut, sekaligus juga merasa tersinggung. Sampai-sampai mau melempar anak-anak tersebut dengan batu. Tapi anak-anak itu keburu kabur.
            Sepeda itu sangat khas. Tidak ada yang menyamainya. Karena sudah dimodifikasi sedemikian rupa. Tampil unik dan elegan. Saat di sawah pun sepeda itu selalu dibawa. Karena jarak rumah dengan sawah lumayan jauh. Lalu, bila bekerja sepeda itu akan disimpannya ke dalam rampa.
            Kai Imbran bahkan ingin melaporkan kejadian ini ke Komnas HAM segala. Biar tuntas. Tapi isterinya tidak mendukung.
            “ Buru-buru ngurus masalah kita, yang lain saja masih banyak yang belum terselesaikan,” ucap isterinya ketus.
            Kai Imbran tak lagi bergairah menjalani hidup. Sawahnya dibiarkan saja terbengkalai. Dia tak mampu lagi mengurus rumah tangga. Akhirnya berantakkanlah kehidupan mereka. Seperti mengurus kota yang semrawut oleh berbagai masalah. Dari pasar yang kumuh, penertiban PKL, hingga terminal. Belum lagi masalah kerusakan lingkungan.
            Bagi Kai Imbran sepeda itu adalah pusaka berharga yang tak dapat dipisahkan dari sejarah hidupnya.
            “ Sudahlah Pak, kalau memang Tuhan menghendaki hilang bagaimana lagi. Manusia saja bisa mati,” ujar isterinya.
            Memang benar juga kenapa memikirkan sepeda yang usianya sudah tua itu. Hidup didunia saja tak ada yang abadi.
            ” Jabatan bupati saja bisa berakhir belum saatnya bila ada yang menggoyang ataupun bupatinya yang keburu meninggal dunia,” ujar Nini Ipat lagi.
            Tapi Kai Imbran bingung. Apakah sepedanya itu hilang karena lupa meletakkan atau diembat oleh maling.
            Tatapan orang tak lagi bersahabat terhadap Kai Imbran. Mereka menganggap Kai Imbran sudah kehilangan wibawa dan kharismanya. Setelah sepedanya itu hilang. Sungguh kejam sekali hukum masyarakat ini. Dunia ! Dunia !
            Kai Imbran masih ingat dengan sepedanya itu. Ban depan dan ban belakang baru diganti. Sementara velg-nya dicat warna hijau muda. Rantai dan bagian lainnya masih terlihat mengkilap. Karena memang tiap pagi selalu diberi minyak kelapa biar tidak berkarat. Itu semua dilakukan karena kecintaan kepada sepeda kesayangannya itu. Di usia tuanya Kai Imbran berharap sepeda itu jadi manfaat untuk menjalani sisa-sisa hidup.
            Dulu sepeda itu tiap subuh dibawa oleh isterinya untuk berjualan sayuran ke pasar subuh. Paginya giliran Kai Imbran yang memakai untuk keperluan lainnya.
            Kai Imbran sadar. Hidupnya penuh dengan liku-liku yang tentu dia jalani dengan ikhlas. Sepeda yang hilang itu jadi salah satu bahan pemikirannya.
            ” Kenapa sampai terjadi kesenjangan dimuka bumi ini Pak ?” ujar Nini Ipat kepada suaminya untuk mengalihkan pokok pembicaraan. Yang ditanya malah diam saja bahkan terlihat melamun.
            ” Pak,” ucap Nini Ipat sembari tangannya menggoyang-goyang bahu suaminya itu.
            Kai Imbran melihat jalan hidup ini betapa terjalnya. Sepeda itu tak akan kembali lagi kepadanya. Tapi Kai Imbran tak mau berputus asa. Ia menghubungi temannya yang berprofesi sebagai paranormal. Kai Imbran menyerahkan masalah tersebut kepada teman lamanya itu.
            ” Sepeda itu tidak hilang cuman ada yang meminjam saja,” ucap temannya itu yang sudah puluhan tahun menggeluti profesinya itu. Kai Imbran tambah bingung. Perjalanan itu terlalu jauh. Bagai roda sepedanya yang hilang itu.
            ” Tidak punya pekerjaan tetapi tetap bekerja. Tidak punya penghasilan tetap tetapi punya penghasilan,” ujar Kai Imbran.
            Isterinya tertawa lebar mendengar kalimat-kalimat manis sang suaminya itu.
            ” Kaya dulu baru idealis, bukan idealis baru kaya,” timpal Nini Ipat.
            Begitu harmonisnya hubungan Kai Imbran dengan Nini Ipat. Walau sepeda mereka hilang tak tahu entah kemana rimbanya.
            Tertatih Kai Imbran meniti kehidupan ini. Sepeda tuanya bukanlah bagian penting hidupnya. Namun sepeda itulah yang membuatnya bergairah menjalani hidup.
            Walaupun zaman sudah berubah. Semua orang memakai motor dan mobil. Tapi Kai Imbran tetap eksis dengan sepedanya. Sementara anak muda saat ini bangga memakai motor dan mobil, terlihat gagah dan angkuh, padahal milik orangtua mereka. Yang belum tentu lunas bayar kreditnya.
            Kai Imbran masih ingat saat zamannya dulu. Naik sepeda menonton orkes dangdut. Begitu ramai sekali. Dijalan menggoda wanita. Tapi sekarang anak muda sudah naik motor semua. Yang memakai sepeda pancal diketawakan. Dianggap kuno dan ketinggalan zaman. Ke sekolahpun sekarang jarang yang memakai sepeda. Kalau tidak naik motor, naik mobil orang alias naik taksi. Juga wanita tidak ada yang naksir kepada cowok yang memakai sepeda. Mereka lebih suka mendambakan laki-laki yang menggunakan jimat Jepang. Keterlaluan memang !
            Ternyata sepeda tak lagi punya kharisma dimata seorang wanita sekarang ini. Tapi di kota-kota lain di dunia sepeda malah jadi alat transportasi primadona. Seperti di negeri Tirai Bambu, China. Karena dapat mengatasi masalah kemacetan lalu lintas dan polusi udara yang disebabkan oleh kendaraan bermotor dan polusi pabrik industri yang tumbuh kian pesat.
Kandangan, Maret 2004



KSATRIA MANDALA
            Mortal BX dan Mortal BY adalah dua sarana transportasi canggih yang dimiliki oleh Ksatria Mandala. Mortal (Modifikasi RIAK untuk Teknologi Asli Banjar) BX untuk jenis motor dengan bodi anti peluru. Sedangkan Mortal BY adalah jenis mobil multifungsi yang bisa digunakan di darat maupun di air.
            Sebagai putera Banua membuat Ksatria Mandala turun tangan  untuk menumpas Jaringan Teroris Banjar (JTB) dibawah pimpinan Professor Boentadh dan Jenderal Bhanganx.
            Saat Bandara Syamsudin Noor diblokir oleh JTB terpaksa Ksatria Mandala mendaratkan jet pribadinya di Bandara Warukin, Tanjung. Namun naas ketika landing pesawat itu ditembak oleh kelompok JTB yang sudah tahu akan kedatangan Ksatria Mandala dari Jerman. Akibatnya pesawat hancur berkeping-keping. Namun untunglah Ksatria Mandala berhasil menyelamatkan diri. Ia terhindar dari ancaman kematian setelah melarikan diri ke belantara Meratus.
            Mendengar tentang hancurnya pesawat jet pribadi Ksatria Mandala, Professor Boentadh sangat  gembira sekali. Keinginan untuk menguasai tanah Banjar sudah berada dalam genggaman.
            ” Mari kita rayakan kemenangan ini dengan pesta pora, ” ujar Professor Boentadh kepada Jenderal Bhanganx. Saat itu mereka sedang berada di markas JTB menyaksikan rekaman video hancurnya pesawat jet milik Ksatria Mandala. Juga saat itu hadir beberapa perwakilan divisi kontak JTB dari beberapa kawasan di Tanah Banjar. Mereka sedang bersuka ria merayakan sebuah kemenangan.
            Sementara itu Kapten Dartamian sahabat Ksatria Mandala di Jerman ketika mendengar rekannya tertembak ikut prihatin. Kapten Dartamian adalah warga Jerman keturunan Banjar. Ia pun merasa terpanggil untuk menumpas JTB.
            Ksatria Mandala ternyata terdampar di pemukiman masyarakat Dayak Meratus setelah pesawatnya ditembak kelompok JTB. Akibatnya ia mengalami luka-luka yang agak serius. Gerak tubuhnya pun menurun. Dia berupaya untuk tetap tegar. Dalam keadaan lemah ia tetap tabah melewati batu terjal yang menghambat.
            Selama berminggu-minggu ia mendapat pertolongan warga disana. Ternyata warga sangat peduli dengan nasib manusia yang sedang menderita walau bukan warga setempat sekalipun. Mereka merasa bertanggung jawab atas penderitaan yang dialami oleh Ksatria Mandala . Yang paling peduli adalah pimpinan adat setempat, Damang Karojudde. Juga isterinya, Dianx Chalemood dan seorang anak gadisnya yang berwajah rupawan, Inoer Gharyta.
            Mereka setiap saat memantau keadaan Ksatria Mandala yang terbaring di dalam Balai Batunx Batulesse yang ukurannya cukup luas dan besar. Dihuni sekitar 50 KK.
            Sementara itu juga beberapa fasilitas umum di Tanah Banjar mulai dibidik oleh JTB sebagai target pemboman. Terutama yang agak vital seperti Bandara Syamsudin Noor, Kantor Redaksi Landasan Ulin Post (Lupost), Kantor Walikota Banjarbaru, Pasar Kandangan, Hotel Sungai Kupang Palace, dan Museum Rekor Banjar.
            Sebagian anggota JTB dikerahkan untuk merampok pedagang emas di Tanah Banjar. Serta juga kantor bank swasta seperti Bank Crode International. Uangnya nanti digunakan untuk kelangsungan hidup JTB. Mereka tersebar di tiga tempat yakni di Loksado, Pantai Batakan, dan Tanah Grogot.
            Menengok bangunan markas JTB sungguh mengagumkan. Walau berada di pedalaman ternyata bangunannya sangat megah. Seperti gedung putih yang ada di Amerika Serikat. Apalagi ditunjang dengan fasilitas lengkap dan gudang persenjataan modern yang cukup lengkap. Diatas markas terdapat dua buah helikopter yang sedang parkir. Menurut perkiraan jumlah anggota JTB mencapai separo jumlah penduduk tanah Banjar. Sebagian dari mereka pernah mengikuti pelatihan di luar negeri dalam rangka menjalankan tugas.
            Malam terus merayap. Di dalam balai Ksatria Mandala masih belum tidur. Dia merasa damai disini. Walau begitu ia mencoba menghubungi keluarga dan temannya lewat sebuah IT mini yang ada disaku celana.
            Ia lebih dahulu menghubungi Paman Hatavsinx keluarganya yang ada di kota Kandangan. ” Untuk sementara kamu jangan ke Kandangan dulu. Karena suasana disini belum kondusif. JTB masih bergerilya mencari kamu,” ujar pamannya.
            Atas usul Paman Hatavsinx Ksatria Mandala untuk sementara tinggal di balai. Sekaligus memulihkan rasa sakitnya. Hubungan dengan sahabat dekatnya yang seorang fotomodel yaitu Chadda Tafharra jadi terputus. Juga dengan Guru Besar Iaphanx yang selalu mensupport dalam menjalani hidup ini.
            Professor Boentadh mengerahkan anggotanya ke kawasan Taman Cahaya Bumi Selamat (CBS) Martapura. Disana mobil canggih di parkir. Lalu menyerbu toko-toko permata dan perhiasan lainnya. Kemudian mengambilnya dengan paksa.
            Sementara itu juga sebuah meriam temuan warga di Pasar Martapura beberapa waktu lalu juga ikut dirampas oleh anggota JTB. Padahal meriam itu oleh pihak Pemkab Banjar akan dipajang di depan Kantor Bupati setempat. Bupati Banjar sempat sewot tapi setelah tahu yang membikin olah itu Professor Boentadh Cs ia hanya diam dan membiarkan saja.
            Kehadiran JTB di tanah Banjar walau tidak mengganggu aktivitas pemerintahan dan masyarakat umum namun sedikit banyaknya cukup meresahkan.
            Di Pantai Batakan Polres Tanah Laut dibuat kelimpungan. Karena di pantai itu para nelayannya melakukan aksi pembakaran penginapan wisata. Diduga aksi para nelayan itu dikompori oleh JTB. Akibatnya pantai Batakan jadi lautan api. Tak lagi ada pemandangan indah disana yang selama ini jadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan.
            Sementara itu juga di Pantai Pagatan, Tanah Bumbu saat digelar pesta adat Mappanretasi ternyata diantara sekian banyak pengunjung terlihat puluhan anggota JTB ikut menyelusup disana. Mereka merencanakan untuk menggagalkan puncak pesta pantai dengan membom kawasan tersebut.
            Diduga juga para anggota JTB itu terlibat atas tewasnya 4 anggota Polsek Satui. Dimana korban sengaja ditabrak. Kijang yang ditumpangi Kapolsek dan anggotanya ditabrak dengan tronton batubara.
            JTB tidak menginginkan tanah Banjar dipimpin oleh orang luar. JTB ingin setiap jabatan penting dan strategis di tanah Banjar harus urang Banjar sendiri yang jadi pimpinannya. JTB resah kalau tanah Banjar dijajah oleh suku lain dalam segala bidang kehidupan. Lihat saja rumah makan Padang dan Jawa mendominasi setiap kota di tanah Banjar.

Kandangan, 2002-2011





PEREMPUAN FIKSI
            Perempuan Fiksi adalah perempuan idaman hati Adit. Perempuan salehah pendamping hidup di dunia dan akhirat. Teman dikala suka maupun duka. Perempuan paling cantik di dunia. Kadada nang manyainginya tu pang.
            Dia membuat hidup Adit bersemangat. Tampak anggun mempesona. Apalagi sikapnya yang ramah dan sopan santun. Adit tak akan pindah kelain hati. Perempuan Fiksi, siapa yang tak terpikat dengannya. Sungguh anugerah Tuhan yang tiada taranya.
            Lelaki seperti Adit tentu tak tahan melihat kecantikannya. Duh bangganya bila Adit disapanya. Ditegurnya dengan ramah.
” Ka pian hakunlah mangawani ulun ?” ujarnya.
” Mangawanikah ? mangawinikah ?” jawab Adit.
” Han Kaka. Mangawani Ka ai,” ujar PF.
            ” Kemana ?” tanya Adit.
            ” Kamana pian nang katuju.”
            ” Ka Loksado hakunlah?”
            ” Tasarah pian haja. Pabila pian kada aur ?”
            ” Hari Minggu baisukan.”
            ” Ayuha.”
            Perempuan Fiksi mengajak Adit jalan-jalan. Hari Minggu adalah hari yang tepat untuk jalan-jalan. Karena hari lainnya Adit sibuk bekerja. Juga Perempuan Fiksi sangat sibuk. Loksado jadi pilihan tempat untuk jalan-jalan karena adalah wadah wisata favorit Adit. Dalam sebulan minimal satu kali Adit menginjakkan kaki disana.
            Kebetulan kali ini Perempuan Fiksi mengajak Adit kesana. Tepat sekali.  Adit ingin mengukir keindahan di Loksado bersamanya.
            Bersama Perempuan Fiksi Adit merasa lebih berani menghadapi hidup. Sejatinya Adit adalah lelaki pemalu. Tidak kemanusiaan. Maksudnya, pemalu. Bila melihat orang merasa ingin menjauh. Tidak pede kata orang istilahnya. Lekas tersinggung. Seakan orang membicarakan  kekurangan kita terus.
Tapi sejak berkenalan dengan Perempuan Fiksi gairah hidup Adit sebagai seorang laki-laki kian meningkat.
            Pukul 10.00 Wita Adit ke Kandangan. Seperti janji lewat handphone Perempuan Fiksi (sekarang disingkat PF) menunggu Adit di masjid Istiqamah. Sepeda motor diparkir disana. Ke Loksado memakai motor milik PF. Adit yang nyetir. ” Ka kita singgahan di warung simpang tiga Jalan Hanyar dulu lah,” ujar PF. ” Ayuha,”
            Mereka singgah dulu minum. Mereka memesan es campur. PF mengambil tahu dan bakwan. Sedang Adit mengambil tahu, tempe, dan pisang goreng. Mencari  tempat kosong. Saat itu ada beberapa pengunjung warung yang jadi favorit warga Kandangan tersebut.
            Penampilan PF kian meyakinkan. Apalagi pakai jilbab seperti ini. ” Ka ulun haja gin mambayari,” ujar PF setelah mereka selesai minum. Merasa malu juga ceweknya yang membayari. Semestinya yang cowok yang mentraktir.  Tapi berduit ceweknya jadi bagaimana lagi ?
            Mereka berangkat ke Loksado pukul 11.00 Wita. PF bawa tas berisi baju ganti. Kamera digital, dompet, dan HP. Sebelum ke Loksado Adit dan PF ke Bendungan Amandit.
            Sebelum Tanuhi ada pos retribusi / karcis masuk objek wisata Loksado. Dalam karcis terdapat tulisan Rp.1000,- sekali masuk. Tapi petugas malah memungut Rp.2000,-/orang. Adit agak kesal juga menyaksikan hal ini.
            Tiba di Loksado tengah hari. Seperti biasa Adit ke Malaris, ke Riam Anai. Disana tempat favoritnya bersantai dan rileks mengusir kepenatan selama satu minggu bekerja. Ternyata hari itu orangnya banyak juga. Ini terlihat dari beberapa buah motor yang diparkir dekat gubuk. Jembatan gantung kian rusak. Mereka harus hati-hati melewatinya. PF memegang tangan Adit. ” Ka ulun takutan,” ujar PF.
            Mereka berjalan naik ke atas. Disana ada beberapa orang asyik mandi. Adit dan PF lantas menuju ke tempat yang lebih sunyi. Kali ini perasaan hati mereka kian membuncah. Pikiran makin membersit kepada hal-hal yang abstrak.

Kandangan, November 2011











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jembatan MTsN 3 Hulu Sungai Selatan Jumat Pagi

 Sabtu, 23 November 2024 Jembatan kayu ulin Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa Angkinang S...