Jum'at, 13 April 2012
IBU
Seorang ibu teladan adalah perempuan yang bisa mengemban tugasnya dengan baik, yaitu tugas sebagai isteri, sebagai ibu, dan sebagai penghubung antara rumah tangga. Tugas selaku isteri jelas menyangkut keberesan rumah tangganya sendiri dan menjalin keharmonisan dengan suami. Dia harus bisa menjaga agar rumahnya adalah surga, baik bagi suaminya maupun bagi diri pribadinya.
Kewajiban sebagai ibu erat sekali hubungannya dengan masalah anak-anak. Kesehatan dan pendidikan anak-anak harus menjadi pusat perhatiannya. Sebab mereka akan lebih banyak bergaul dengan ibu daripada dengan bapaknya. Pendidikan di sekolah hanya beberapa jam saja. Tapi pendidikan lingkungan dan keluargalah yang lebih besar kesempatan waktunya.
Seorang ibu harus dapat membina dirinya supaya dicintai oleh anak-anaknya. Sikap keras namun bijaksana adalah mutlak dilaksanakan terhadap mereka. Motto Tut Wuri Handayani agar terus dijaga. Biarkanlah anak-anak berbuat serta bergaul leluasa. Namun bila ‘kepala’ dibiarkan lepas, ‘ekornya’ harus senantiasa dipegangi.
Biasanya memang di dalam keluarga yang menyetir dengan ketat adalah bapak. Bapaklah lambang vonis sang hakim terhadap keluarga. Asosiasi seorang anak kepada bapaknya adalah seorang lelaki berkaca mata, duduk di depan meja tulis sambil berkata : “ Ini boleh, itu tidak.” Sedangkan gambaran tentang ibunya adalah perempuan separuh baya sedang menjahit pakaian-pakaian robek sambil mendongeng tentang nabi dan iblis. Sehingga pernah saya tanyakan kepada seorang anak, andaikata orangtuamu harus mati, siapakah yang kau harapkan untuk mati belakangan ! Anak itu menjawab, biar bapak meninggal lebih dahulu tapi ibu jangan.
Dari hubungan yang mesra dengan anak-anaknya inilah hendaknya seorang ibu dapat mengambil kesempatan untuk menggembleng anak-anaknya agar menjadi anggota-anggota masyarakat yang berguna. Bukan dengan jari teracung dan cubitan menyakitkan dipaha, namun dengan senyum dan kasih sayang.
Dalam hubungan inilah Nabi pernah mengatakan dalam haditsnya : “ Wanita adalah tiang Negara “ apabila suatu negara wanita-wanitanya baik, maka negara itu akan kokoh kuat. Tetapi kalau buruk kaum wanitanya, maka negara itu akan hancur pula.
Pertama sebagai isteri, perempuan sangat besar pengaruhnya kepada suami. Kalau isteri seorang pejabat sanggup memahami kedudukan serta tugas-tugas suaminya, pejabat itu pastilah akan lebih besar lagi dedikasinya di dalam kedudukannya. Si isteri mau mengerti tentang peranan suaminya baik dimata masyarakat maupun dihadapan percaturan bangsa atau negara. Dia juga akan bersedia bersabar diri, sebab seorang pejabat negara adalah mengemban tugas dan amanah rakyat. Dia tidak akan minta sesuatu yang berlebih-lebihan yang akan menyebabkan suaminya mencari kesempatan berlaku curang ditengah-tengah tugasnya.
Sebagai ibu jelas peranan itu lebih langsung lagi. Dengan kemampuannya mendidik anak-anaknya menjadi anggota masyarakat yang baik, pemuda-pemuda beradab dan berguna, jelas masyarakat akan langsung menikmati akibatnya. Akan terciptalah anak-anak muda yang dedikatif dan terarah. Sehingga suasana masyarakat menjadi tenteram serta tenggang rasa.
Kemudian peranan yang ketiga, banyak sekali kasus-kasus perkelahian di kampung antara sesama anggota masyarakat terjadi akibat kelakuan perempuan yang tidak bisa membatasi diri. Dari peristiwa-peristiwa kecil antara anak kecil muncullah pertengkaran antara sesama ibu mereka. Masing-masing membela mati-matian anaknya sendiri benar atau salah. Nanti kalau bapaknya pulang dari kantor atau tempat kerja, pada waktu masih capek-capeknya sudah diberondong oleh laporan isterinya. Karena kondisi fisik yang masih lelah, maka emosipun cepat naik. Maka keributanlah yang akan terjadi.
Oleh sebab itu wanita sebagai penghubung antara rumah tangga adalah mutlak sangat penting. Setiap wanita harus bisa menciptakan suasana pergaulan yang erat dan saling pengertian dengan tetangganya. Dari pergaulan antara isteri yang tenggang rasa itulah nantinya akan timbul suasana yang baik antara segenap keluarga di dalam masyarakat.
Karenanya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda : “ Diantara dosa-dosa besar adalah jika seseorang anak memaki kedua orangtuanya sendiri.”
Seorang sahabat bertanya : “ Masakan ada seorang anak memaki orangtuanya ?”
Nabi kita menjawab : “ Anak tersebut memaki bapak kawannya. Maka kawannya memaki bapak anak itu. Lalu dia memaki ibu kawannya tadi maka kawannya itupun memaki ibunya.”
Jadi seorang ibu apabila melihat atau mendengar anaknya sendiri memaki-maki orangtua kawannya yang berarti adalah tetangganya si ibu, hendaknya anak tersebut, malah harus kita marahi dan kita hukum sendiri. Jangan sebaliknya, dia bahkan tertawa-tawa, seolah-olah anaknya lucu dengan berbuat begitu.
Dalam hal-hal inilah seorang ibu sangat menentukan perannya di dalam kesejahteraan masyarakat. Karenanya organisasi-organisasi kemasyarakatan maupun lembaga perkawinan harus sudah mulai menangani langsung calon-calon pengantin agar sesudah menjadi ibu akan dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
Apakah tidak terpikirkan oleh kita untuk mendirikan suatu lembaga atau badan pendidik yang khusus menggembleng calon-calon ibu rumah tangga ? Dalam pendidikan tersebut, hendaknya jangan hanya keterampilan jasmani yang digaris bawahi, tetapi juga sikap mental mereka harus mendapat penekanan yang lebih kuat karena dari sinilah terbinanya perasaan tanggung jawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar