Senin, 2 April 2012
Novel
AKHMAD HUSAINI
BATAS
TERAKHIR
SKETSA HSS
www.sketsahss212.blogspot.com
Menguak Hulu Sungai Selatan Lebih Jauh
2012
Komentar Mereka
Buatlah cerita yang memuaskan para pembaca. Memuat contoh teladan yang bagus. (Fitri Norbaity Aziza, Pelajar Kelas VII A MTsN Angkinang)
Buatlah cerita yang nyata. Jangan membuat cerita membohongi pembaca. (M. Ihsan, Pelajar Kelas VII B MTsN Angkinang)
Dalam cerita harus ada amanah buat pembacanya. Buat cerita sebanyak mungkin. (Erawan, Pelajar Kelas IX A MTsN Angkinang)
Watak tokohnya harus berbeda-beda. Teruslah menulis untuk kebaikan. (Munfika Rarawinarti, Pelajar Kelas VIII A MTsN Angkinang)
Saya sangat bangga terhadap rekan saya yang satu ini. Dia tetap eksis menulis. Novel ini bukti keseriusannya dalam berkarya. (Aliman Syahrani, Sastrawan HSS)
Membaca buku ini saya jadi terhibur. Jarang ada penulis asal HSS, yang bisa menulis cerita seperti ini. (Tini Chalis Sari, Ibu Rumah Tangga tinggal di Kandangan)
Saya sangat suka kisah yang ada dalam buku ini. Wawasan saya tentang Meratus kian bertambah. Salut buat penulisnya. (Selvia Stephani, Penulis Muda asal Barabai, Hulu Sungai Tengah)
Buku ini sangat bagus untuk memotivasi orang muda. Kita akan tahu yang tak pernah terlihat. Banyak halangan dan rintangan yang harus dihadapi. Sangat memuaskan bila menikmati buku ini.(Yunisa Amalia, Pelajar Kelas VII D MTsN Angkinang)
Saya suka ceritanya dan cukup menegangkan. Saran saya supaya buku seperti ini terus tulis dan diterbitkan. (Ali Akbar, Pelajar Kelas VIII B MTsN Angkinang)
Alur ceritanya cukup mengasyikkan untuk dibaca. (M. Noor Hifzi, Pelajar Kelas VIII B MTsN Angkinang)
Ceritanya akan lebih bagus bila banyak pelajaran atau pesan moral yang disampaikan. (Syifauzzahra, Pelajar Kelas VIII D MTsN Angkinang)
Mudahan buku ini mempunyai makna yang bagus dan tidak ada perkataan yang tidak baik sehingga dapat merusak mental pembacanya. (M. Muhiddin, Pelajar Kelas IX C MTsN Angkinang)
Novelnya bagus sekali. Teruslah menulis Paman ! (Arief Rahman Heriansyah, Sastrawan Muda asal Amuntai, Hulu Sungai Utara. Mahasiswa IAIN Antasari Banjarmasin)
Membaca kisah ini mengingatkan saya akan pengalaman indah di kampung kelahiran. (Aysenna Anggraeny, Pelajar SMAN 1 Kandangan)
TENTANG PENULIS
AKHMAD HUSAINI, lahir di Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, 18 November 1979.
Karyanya berupa puisi, cerpen, artikel, dsb pernah disiarkan dan dipublikasikan di : BBC London Siaran Bahasa Indonesia, Radio Australia, RRI Nusantara III Banjarmasin, SKM Media Masyarakat, SKM Gawi Manuntung, SKH Banjarmasin Post, SKH Metro Banjar, Tabloid Bebas, Tabloid Serambi Ummah, Tabloid Gerbang, SKH Radar Banjarmasin, Buletin Berita HIFI, dan Tabloid Urbana.
Kegiatan sastra yang pernah diikuti antara lain : Diskusi Sastra “ Hijaz Yamani Dalam Pergaulan Sastra “ Desember 2003 di Banjarmasin ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan I , Tahun 2004 di Kandangan ; Workshop Penulisan Cerpen Dalam Rangka Kongres Cerpen Indonesia (KCI) V Tahun 2007 di Taman Budaya Kalsel Banjarmasin ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan IV Tahun 2007 di Amuntai ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan V Tahun 2008 di Paringin ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan VI Tahun 2009 di Marabahan ; Aruh Sastra Kalimantan Selatan VII Tahun 2010 di Tanjung : Aruh Sastra Kalimantan Selatan VIII Tahun 2011 di Barabai.
Puisinya dimuat dalam buku antologi penyair Kalimantan Selatan : Do’a Pelangi di Tahun Emas (2009) , Menyampir Bumi Leluhur (2010) dan Seloka Bisu Batu Benawa (2011).
Sekarang tinggal di Jl. A.Yani Km.8 Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. e-mail : beritahss@yahoo.co.id. blog : www.sketsahss212.blogspot.com
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan izin Allah SWT, Alhamdulillah saya dapat menyelesaikan novel BATAS TERAKHIR ini. Namun tidak afdhal kiranya bila belum mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu atas terbitnya novel ini.
Yang pertama tentunya kepada kedua orangtua saya yang selalu mendorong untuk benar-benar menekuni dunia yang satu ini. Do’a mereka selalu menyertai setiap gerak langkah yang saya lakukan.
Kemudian kepada rekan sejawat saya sastrawan Kandangan, Aliman Syahrani yang begitu besar jasanya terhadap saya dalam menggeluti dunia sastra. Yang memotivasi untuk terus berkarya. Juga menyediakan apa saja yang diperlukan. Seperti komputer untuk menulis naskah tulisan serta buku-buku seputar sastra.
Ucapan berikutnya kepada M. Abdan Shadieqi yang selalu setia meluangkan waktu walau sesibuk apapun membantu penyelesaian naskah karya ini menjadi sebuah buku.
Juga kepada mas Baban Sarbana, lewat tulisannya yang saya baca baik di Lebah Cerdas maupun Kompasiana, saya makin termotivasi dalam menulis.
Juga kepada teman-teman saya yang tergabung dalam RIAK ( Regenerasi Islam Al-Kautsar ) : Ma’mun Syarif, Akhmad Syarifudin, Herry Supriadi, Rezki Anshari, Hendry Riswandi, Maulana Ahadi, Hairul Ilmi, Falkiani, Taufik Rahman, dan Silahudin. Semoga organisasi kita tetap eksis berkiprah di masyarakat.
Kepada rekan saya Azroni Rizza beserta isteri yang dulu gencar menyemarakkan kegiatan Islami. Kini berprofesi sebagai aparat hukum, jadi polisi. Kapan kita dapat bersama seperti dulu lagi ?
Tak akan pernah saya lupakan teman-teman alumni PSBR Budi Satria Angkatan XXXIX Tahun 2000. Terutama kepada Syam’ani, Tini Chalis Sari, Maria Olfah, Ernie Susiantie, Erma Ratnapuri, Ray Hairullah, Andrian, Alik Riduan, Syaiful Rahman, Abdul Majid, M. Abduh, Basuni, Zulkifli, M. Ali, Jayadi, M. Syafi’e, dll. Banyak inspirasi dari mereka yang memenuhi karya ini.
Juga ucapan terima kasih tak lupa saya persembahkan kepada kepala PSBR Budi Satria saat itu, Drs. E. Kusmayadi yang selalu memacu untuk berdisiplin. Juga kepada Peksos Bapak Thamrin yang pernah mengatakan peluang emas tidak akan datang untuk kedua kali, oleh karena itu manfaatkanlah sebaik mungkin. Juga mengatakan agar setiap melakukan sesuatu harus dengan perasaan. Tak lupa juga kepada Peksos lainnya : Bapak Agus yang pernah berucap agar selalu menjadi pelopor, Ibu Safta, Ibu Ida, Ibu Tita Febriani yang bungaz en keren abiz, Ibu Sacik, Ibu Sutinah, Hadi, Idang, dan Kadek.
Lalu ucapan terima kasih banyak juga dihaturkan kepada rekan sejawat saya Akhmad Rizali yang selalu menemani dalam berbagai kegiatan.
Tak lupa juga kepada Bambang Rahmatullah dan Syamsu Rais, wartawan Tabloid BeBAS yang pernah datang ke tempat saya untuk mengkonfirmasi sebuah berita. Mereka memotivasi saya untuk terus menulis di media.
Juga kepada Ibrahim HN, Redaktur Gaib SKH Metro Banjar yang sudah memuat puluhan karya saya di medianya sejak Januari 2003.
Kepada Yusni Hardi dan Mahfuz Abdullah, wartawan SKH Radar Banjarmasin yang eksis membangun HSS di media mereka.
Juga kepada Hanani, SH, wartawati SKH Banjarmasin Post sering jadi teman berbincang soal pembangunan di Hulu Sungai Selatan. Juga Aliansyah Jumbawuya, wartawan Tabloid Serambi Ummah yang buku miliknya kumpulan cerpen Putu Wijaya berjudul BLOK pernah dipinjam untuk bahan referensi sastra saya.
Lalu tak lupa pula kepada Sumile Rusbandi, penyiar Radio Gema Kuripan Amuntai yang memberikan ilham tentang kreasi-kreasi baru dalam materi karya saya.
Untuk kesekian kali terima kasih saya ucapkan kepada sastrawan Kandangan yang turut mendorong saya lebih maju lagi dalam berkarya. Terima kasih kepada Burhanuddin Soebely, Djarani EM, Iwan Yusi, Hardiansyah Asmail, Muhammad Fuad Rahman, Imraatul Jannah, Muhammad Faried WSH. Juga kepada Jamal T Suryanata, sastrawan Kalsel kelahiran Kandangan yang bermukim di Pelaihari, Tanah Laut. Ternyata ia alumni MTsN Angkinang, urang Sungai Baru.
Juga kepada Bapak Bahdar Djoehan, anggota DPRD HSS, mantan wakil Bupati HSS yang pernah melontarkan ucapan agar terus menulis tentang HSS asal sesuai dengan koridor yang berlaku.
Kepada Drs. Jarkasi, Dosen FKIP Unlam Banjarmasin yang pernah perhatian terhadap diri saya dalam berkarya.
Juga kepada Adi Lesmana ( Pimpinan Hitro Computer ), Syaiful Rahman, dan Udin yang selalu menyediakan tempat dan waktu bagi saya dalam berbagi cerita.
Terima kasih banyak selanjutnya saya ucapkan kepada orang-orang yang dulu pernah seperjuangan mengelola Tabloid Gerbang : Bapak Rahmady Radiany, Sufriatni Dharma, Abdaludin, Ruslan Faridi, M. Supeli AG, Fahrudin, (Alm) Zafuri Baseri, (Alm) Muhammad Faried, Wasnan Amri, dan Fitriansyah Hidayat. Kapan Gerbang terbit kembali ?
Juga kepada Bapak Rahmatullah AR, Pimpinan Duta Setia Komputer Kandangan yang juga Ketua MPC Poros Indonesia HSS yang mengatakan sebuah kesuksesan berawal dari aplikasi khayalan.
Ucapan terima kasih juga saya haturkan kepada Bapak H. Zuhdi Basyuni, Ahdizzairin, dan Bahrul Fikri AM, pengurus teras DPC PPNUI HSS. Yang memberikan pengalaman tentang betapa sulitnya mengelola sebuah partai politik.
Juga kepada Syamsul Muarif, pengurus PWI Reformasi Kalsel yang juga aktivis organisasi kepemudaan di Kalsel. Ia mewanti-wanti agar jangan terpengaruh dengan narasumber saat mengkonfirmasi berita.
Juga kepada Dewan Guru dan Staf Tata Usaha MTsN Angkinang yang selalu memberi ruang dalam meniti jalan hidup. Termasuk siswa-siswinya yang banyak mengilhami lahirnya karya ini.
Tak kalah penting juga saya ucapkan kepada M. Ibrahim, rekan saya yang kini menjadi guru di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng. Sering membantu dan memberitahu tentang karya saya yang dimuat di media massa.
Juga kepada Sandi Firly, Redaktur Sastra SKH Radar Banjarmasin. Lewat rubrik Cakrawala Sastra dan Budaya saya dapat memperkaya khazanah dalam berkarya.
Juga kepada Joni Wijaya, mahasiswa Unlam yang ternyata adalah seorang cerpenis kelahiran Kandangan.
Juga kepada Rahmadiansyah, anggota KIPPP ( Komisi Independen Pemantau Pelayanan Publik ) Hulu Sungai Selatan yang selalu sejalan memperjuangkan aspirasi masyarakat.
Tak lupa pula kepada Mas Suyadi, pengasuh Club HIFI ( Hobbies Information Friends Indonesia ) Jakarta yang menggairahkan diri saya untuk ikut berpartisipasi dalam wadah tersebut.
Juga kepada karyawan-karyawati Kantor Perpustakaan Dokumentasi dan Arsip Daerah ( KPDAD ) HSS terutama kepada Bapak Tajidinnor yang selalu terbuka terhadap kehadiran saya disana.
Kepada Muhammad Radi yang memotivasi saya untuk terus berkarya selagi masih muda dan sedang gairah-gairahnya.
Juga ucapan terima kasih banyak saya haturkan kepada Hertayuni dan Naisaburi, yang selalu mengawasi karya saya di media massa. Juga rekan saya Bastani yang pernah seia-sekata untuk membuat tulisan ke media massa.
Juga famili saya Jumliyani Sari, yang ikut memberikan semangat agar tetap terus berkarya. Juga yang selalu membantu, Mahmudin dan Akhmad Syarkawi. Juga M. Rasyid yang pernah mengemukakan agar saya dapat membuat sebuah buku. Ini menyusul seiring dengan tingginya frekuensi penerbitan karya saya di media massa.
Juga kepada Syaiful Kamrani, agen koran di Pasar Angkinang. Juga kepada pimpinan dan karyawan PT Pos Indonesia Angkinang. Juga kepada Yusril Jauhari yang selalu membantu saya.
Terima kasih juga saya persembahkan kepada rekan-rekan seperjuangan di dunia gelimang lumpur, keringat, dan matahari : Mulyadi, Raji, Fahri, Suhaimi, Ambin, Taberani, dan Jain. Semoga selalu tabah dan sabar dalam menjalani hidup yang begitu terjal ini.
Serta semua pihak yang tidak dapat disebut satu-persatu yang turut mendukung keinginan saya sejak lama untuk menerbitkan sebuah buku.
Dengan kehadiran buku ini diharapkan kecintaan kita terhadap dunia sastra kian tinggi. Setidaknya dapat menghargainya sebagai sebuah karya yang monumental.
Saya berharap ada kritik dan saran dari pembaca untuk kemajuan buku ini. Karena buku ini masih banyak kekurangannya disana-sini. Atas perhatian semua pihak diucapkan terima kasih banyak. Selamat membaca semoga ada manfaatnya.
AKHMAD HUSAINI
Kehadirannya menggemparkan dunia. Sepasang binatang raksasa yang berbeda dengan yang pernah dikenal, saat ini berada di kawasan belantara Meratus. Binatang itu diduga tingginya lebih dari dua meter dan mirip gorila. Binatang itu sangat buas dan mampu membunuh siapa saja. Makhluk itu berkumpul di hutan lindung Meratus.
Para ilmuwan berusaha mengenali apakah binatang tersebut merupakan spesies yang belum dikenali. Alternatif lain adalah makhluk aneh itu adalah Lampumaya yang sudah sekian lama dikenal oleh warga sebagai binatang unik khas hutan di pegunungan Meratus.
Para ilmuwan juga berencana mempelajari keberadaan binatang itu lebih lanjut. Akan tetapi ada kelemahan bahwa kelompok binatang tersebut akan menjadi korban para pemburu sebelum misteri ini akan terungkap lebih jelas.
Mendengar heboh lewat media seputar penemuan jejak makhluk aneh di belantara Meratus membuat Adit antusias ikut memburunya. Sebagai seorang jurnalis sekaligus seorang fotografer Adit ingin hal ini akan jadi ladang usahanya. Apalagi Adit berpengalaman sebagai anggota Mapala saat masih kuliah dulu. Dibuatnya laporan tentang perjalanan memburu makhluk aneh tersebut dilengkapi foto-foto penunjang. Tentu akan tambah menarik. Medianya tentu akan laris manis.
Adit ingin melihat langsung keberadaan makhluk aneh tersebut. Karena diduga kehadirannya terbilang sangat unik dan langka. Makhluk itu bukanlah sejenis makhluk halus seperti dedemit atau lelembut. Dia adalah sisa-sisa binatang yang berusia ribuan tahun silam yang mendiami belantara Meratus. Mereka jarang ditemukan oleh manusia. Kehadirannya diperkirakan tiap lima tahun sekali. Tidak akan berkembang biak lagi. Sungguh suatu hal yang cukup mengesankan.
Menurut penuturan warga yang mendapatkan cerita dari orangtua mereka dulu yang pernah menyaksikan sendiri makhluk itu mengungkapkan bahwa makhluk itu berjalan seperti manusia. Suara mereka seperti bebek namun lebih lembut terutama yang betina.
Berdasarkan jejak yang ditemukan kaki binatang atau makhluk aneh itu yang jantan berjemari enam. Sementara yang betina delapan. Jadi jumlahnya sepasang yang jantan 12 dan yang betina 16. Berbeda dengan manusia.
Letak jejak itu tidak jauh dari aliran sungai Amandit dekat Riam Anai. Untuk melancarkan perburuan sekaligus penelitian makhluk itu Adit ditemani Agnes, Jessica, Leonny, Nainggolan, dan Petrus. Mereka adalah teman-teman Adit yang berasal dari Jakarta dan Bandung. Mereka masih berdarah Banjar. Namun lahir dan dibesarkan di daerah lain. Agnes, ayahnya berasal dari Jakarta dan ibunya asli Martapura. Jessica, ibunya Surabaya dan ayahnya dari Banjarmasin. Leonny, ayah dan ibunya asli Amuntai namun bermukim di Bandung. Nainggolan, ayahnya berasal dari Medan dan ibunya asli Samarinda. Petrus, ibunya berasal dari Flores dan ayahnya dari Palangkaraya.
Karena sedang libur mereka datang setelah dihubungi Adit. Apalagi mereka sama-sama tertarik memburu Lampumaya. Dalam kegiatan ini mereka menamakan diri kelompok pencinta alam Gasak Borneo.
Selama disana mereka bermalam ditenda buatan. Juga menginap di balai yang tentu minta izin terlebih dahulu kepada kepala adat setempat. Karena kegiatan ini memerlukan waktu yang tak terbatas. Termasuk kepada pejabat dan pihak kepolisian. Entah sampai kapan akan berakhir.
Ketika berada di dalam hutan yang tak terdapat sinar sang surya mereka menemukan jenis flora yang menjadi spesies dan habitatnya disana.
” Ini anggrek seperti yang pernah ditemukan di Sumatera Selatan saat penelitian disana,” ujar Nainggolan sembari menunjukkan anggrek itu kepada teman-temannya.
Suara binatang di dalam hutan itu membuat mereka merasa seperti berada di tengah-tengah pulau hantu. Seakan semua binatang akan memangsa.
Adit, Agnes, Leonny, Jessica, Nainggolan, dan Petrus tersesat di belantara Meratus yang terkenal dengan keganasannya. Juga dengan adanya suku primitif yang suka memakan daging manusia juga biasa disebut dengan ngayau.
Menyusuri sungai-sungai yang berada di belantara Meratus cukup berkesan dan sangat menegangkan. Derasnya air sungai. Ganasnya riam dan jeram yang dilewati. Belum lagi suasana kiri-kanan sungai yang rimbun dengan pepohonan. Bebatuan kerapkali menghambat perjalanan Adit dkk. Berhenti di pinggir sungai ketika senja datang. Lalu mereka mendirikan tenda. Sunyi sekali.
Malam kian mencekam suasananya. Mereka membuat api unggun. Sebelumnya pada sore hari Adit mencari ikan di sungai sekitar mereka mendirikan tenda.
***
Mereka menjumpai kelompok-kelompok suku terasing di pedalaman Meratus. Mereka memiliki warna kulit yang agak kuning. Jumlah orang Bukit ternyata lebih banyak dari orang suku-suku yang lain. Mereka dibagi dalam tiga kelompok, yakni kelompok Bukit yang telah memasyarakat, setengah memasyarakat, dan yang masih liar. Mereka mempunyai bahasa yang hanya digunakan dan dipahami oleh orang-orang Bukit saja.
Baru sebagian kecil saja dari suku Bukit itu yang benar-benar telah memasyarakat. Tingkat kehidupan mereka ini sudah lumayan, karena sering bergaul atau terpengaruh oleh kehidupan penduduk lain yang relatif lebih maju. Juga mereka telah mempunyai tempat tinggal tetap, tidak berpindah-pindah lagi. Sebagian dari mereka inilah yang diminta bantuan oleh Adit dkk untuk menunjukkan jalan dalam melakukan ekspedisi kali ini.
Sebagian besar suku Bukit lainnya ( yang setengah memasyarakat ) masih hidup mengembara dalam hutan belantara. Mereka berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk mencari makan. Biasanya mereka terpencar-pencar dalam kelompok kecil, yang umumnya terdiri dari suami isteri beserta anak-anaknya.
Pada saat-saat tertentu mereka kembali ke perkampungannya untuk berkumpul dengan kelompok atau keluarga yang lain, seolah-olah sudah saling berjanji. Baru setelah makanan yang diperolehnya habis, mereka pun kembali mengembara.
Sebuah perkampungan Bukit yang dikunjungi Adit dkk terletak di pesisir sungai Amandit, di tengah-tengah hutan lebat yang jauhnya sekitar 20 km dari Tanuhi. Disini terdapat sebuah balai yang beratap daun bambu yang dianyam. Balai itu tidak berdinding. Rumah itu dihuni 5-10 jiwa.
Ketika Adit dkk tiba di perkampungan tersebut kebetulan para penghuninya sedang berkumpul. Mereka sedang mempersiapkan upacara untuk mengusir setan, dengan membuat obat-obatan penolak penyakit. Malam harinya mereka berpesta pora.
Walaupun orang-orang Bukit ini hidup mengembara di hutan, namun keadaan fisik mereka kelihatan sehat, gemuk, bersih, dan tegap-tegap. Demikian juga anak-anak, termasuk yang masih bayi. Malahan yang nampak kurus atau kurang sehat, justru orang-orang Bukit yang telah sering turun gunung.
Di dalam balai mereka tidak ada barang-barang berharga. Hanya tampak tiga buah bungkusan yang kumal, yang tidak diketahui apa isinya. Juga terlihat sejumlah senjata tradisional seperti mandau, tombak, serapang, sumpit, dan panah dari logam. Mungkin logam itu besi bekas senjata atau peralatan zaman Jepang (perang dunia III) yang banyak ditemukan di pulau Kalimantan.
Beberapa penghuni gubuk itu nampak mengenakan kain atau pakaian yang telah kumal. Karena barang-barang tersebut pemberian Dinas Sosial setempat pada waktu mereka turun gunung. Sebagian besar hanya memakai cawat kulit kayu, sekedar menutup aurat saja.
Tidurnya hanya menggeletak diatas tanah, tanpa selimut atau benda lain untuk menghangatkan tubuhnya. Gangguan angin malam atau dinginnya hawa pegunungan yang tingginya sekitar 1.000 meter diatas permukaan laut nampaknya tidak dirasakan sama sekali.
Orang-orang Bukit pada zaman dahulu tidak mengenal adat perkawinan sehingga yang disebut suami isteri dikalangan mereka itu, tidak jelas batas-batasnya. Hubungan suami isteri hanya berdasarkan pada perasaan suka sama suka. Hal ini tentu saja sering menimbulkan perkelahian antara mereka.
Sebagian suku Bukit yang lain, ternyata belum memasyarakat atau masih liar. Mereka juga mengembara di hutan, bahkan belum mengenal perkampungan. Selain itu, mereka mempunyai sikap agresif atau suka mengganggu suku atau kelompok lain, terutama orang-orang pantai. Bila kedua suku / kelompok ini berjumpa, biasanya terjadi perang tanding yang menimbulkan banyak korban jiwa dikedua belah pihak.
Adit dkk sempat juga diganggu orang-orang Bukit liar tersebut. Mula-mula mereka hanya mengintip dari balik pohon-pohon besar atau semak belukar. Tetapi pada suatu malam mereka melempari tenda Adit dan rekan-rekannya. Mungkin maksudnya untuk mengukur kekuatan atau kewaspadaan. Setelah Adit membunyikan senjata api, barulah mereka menghilang ke dalam hutan.
Suku itu jumlahnya tidak banyak. Mereka hidup mengembara di hutan dan belum mengenal peradaban sama sekali. Semuanya masih telanjang bulat, sedang sifatnya ganas. Karena itu mereka sangat ditakuti baik oleh orang-orang pantai maupun orang-orang Bukit yang hidup dihutan. Bila kedua suku / kelompok itu berjumpa biasanya terjadi perkelahian.
Jessica dan Nainggolan sempat memergoki suku itu di daerah Kamawakan. Badannya tinggi besar dan menakutkan. Mereka tidak gentar pada bunyi senjata api. Malahan mereka menghadang Jessica dan Nainggolan. Untuk menghindarkan kejadian yang tidak diinginkan, terpaksalah Jessica dan Nainggolan menjauhkan diri.
Selama berhari-hari menelusuri daerah pedalaman Meratus, Adit dan kawan-kawannya ditemani orang-orang Bukit yang telah memasyarakat. Suka dan duka hidup di hutan dirasakan bersama. Orang Bukit sebenarnya mempunyai perasaan halus seperti orang Indonesia lainnya. Mereka pun mempunyai sifat periang dan jarang mengeluh, meskipun harus melaksanakan tugas yang amat berat. Yang penting bagi mereka ialah mendapat cukup makan.
***
Kasihan Leonny saat mereka sedang lari menghindari kejaran seekor ular jenis tadung kapayang, pahanya robek sepanjang 2 cm. Sementara celana jeans yang ia pakai dilumuri darah. Ia bergegas memegang pahanya. Leonny tergores duri tanaman liar yang ada di hutan itu. Namun untunglah saat itu ular tersebut tidak mengejar mereka lagi.
Kemudian Leonny dibaringkan ke tenda. Dengan beralaskan dedaunan yang diambil dari tumbuhan yang ada di sekitar tempat itu. Nafas masih tersengal-sengal.
Terlihat juga Nainggolan yang memiliki badan yang paling bongsor diantara mereka sedang ngos-ngosan. Begitu kelelahan sekali. Mereka berdo’a semoga diberi keselamatan, dan Leonny lekas sembuh. Sehingga mereka dapat melanjutkan perjalanan kembali.
Hujan rintik turun. Adit membuang puntung rokok dan menggantinya dengan batang yang baru. Setelah itu ia menjangkau sebotol air mineral dari dalam tas ransel dan lantas meminumnya. Sehempas arus sejuk mengaliri kerongkongan, menjelujur urat darah, berlabuh kedada.
Di depan Adit, teman-temannya asyik bercanda. Mengemas hari-hari di belantara Meratus dengan kebahagiaan untuk menggapai satu tujuan. Tampak diraut wajah mereka tergambar rasa penasaran dan ingin secepatnya mewujudkan keinginan. Namun kesabaran selalu menyertai.
Keberanian-keberanian yang cukup mengagumkan terutama teman wanita membuat Adit makin bergairah melanjutkan ekspedisi kali ini. Walau beribu hambatan membentang.
Leonny melantunkan puisi saat istirahat di depan tenda.
Meratus yang kudatangi
Meresapkan keindahan dalam benakku
Yang cukup melelahkan
Aku akan terus menggapai angan
Seteguh Meratus yang tak akan pernah mati
Penggambaran yang cukup menakjubkan dalam puisi Leonny tentang Meratus memberi makna tersendiri. Ternyata Leonny jago juga merangkai kata. Memang alam memberikan ilham dan inspirasi bagi siapa saja.
***
Saat berada di hutan belantara ini Adit teringat tentang sebuah tulisan mengenai keanekaragaman hayati hutan Indonesia.
Disana disebutkan bahwa luas hutan Indonesia adalah 192 juta hektare. Dari jumlah tersebut 144 juta ha atau sebanyak 75 % berupa lahan hutan dari luas daratan. Hutan tropis basah Indonesia mewakili 9-10 % dari keseluruhan hutan tropis Asia. Hutan Indonesia memiliki 4000 jenis pohon, 267 jenis diantaranya jenis kayu komersial.
Kekayaan lainnya berupa 500 jenis binatang menyusui (mamalia). Dari jumlah ini sebanyak 100 jenis termasuk endemik dan dilindungi oleh undang-undang. Lebih dari 1200 jenis burung, meewakili 17 % jenis burung di bumi dan sebanyak 375 jenis burung telah dilindungi undang-undang. Menyusul 600 binatang melata (ampibi), diantaranya 28 jenis dilindungi undang-undang, lebih dari 900 jenis ikan dan sebanyak 6 jenis telah dilindungi undang-undang. Yang amat mengagumkan 12.000 jenis serangga dan sekitar 25.000-30.000 jenis tumbuhan berbunga atau berbiji, 38 jenis diantaranya telah dilindungi oleh undang-undang.
Kawasan flora dan fauna yang penuh kekhasan dan sangat bermanfaat bagi kehidupan, telah menarik para ahli ilmu pengetahuan di dunia.
Diantara jenis-jenis fauna yang cukup menarik ialah berbagai jenis burung. Disamping burung endemik, ada jenis burung pendatang dan dari benua lain, seperti dari benua Australia atau negara Asia, kemudian menetap disini untuk sementara waktu.
Mereka hadir disini untuk memperoleh kehangatan sinar matahari atau untuk bertelur. Kemudian mereka terbang lagi ke tanah asalnya setelah disana datang musim panas. Diantara mereka ada yang tidak kembali ke tanah asalnya mungkin tersesat atau anak-anak mereka belum cukup dewasa. Burung-burung ini kemudian berbaur dengan burung-burung asli kita, sehingga menambah kekatyaan khazanah jenis burung di Indonesia.
Seorang ahli ilmu pengetahuan dan penyelidik termashyur bernama Alfred Russel Wallace, setelah mengamati keadaan dan kehidupan flora dan fauna di Indonesia menemukan perbedaan antara wilyah Indonesia Timur dan Indoneisa Barat. Alfred Russel Wallace sangat terpesona oleh perbedaan burung-burung yang sangat mencolok, juga jenis satwa lain. Burung-burung di Indonesia Timur berbulu elok dan mempesona.
Di daerah Jawa, Bali, Sumatera, dan Kalimantan dihuni oleh burung merak, perkutut, pipit, dan merpati, tiba-tiba Alfred Russel Wallace tersentak oleh jenis burung gosong, kasuari, kakaktua, dan nandur, di Maluku dan Irian, yang serupa dengan burung yang ada di Australia.
Burung-burung di wilayah Indonesia Timur ini bukan hanya indah warna bulunya, akan tetapi juga memiliki tingkah laku yang istimewa, terutama pada musim meminang. Cenderawasih Besar (paradisea apoda) mengembangkan bulu-bulunya yang elok dan menawan, dewata pembawa panji (pteridophora alberti) menggerak-gerakkan bulu hias ekornya, nandur jumbai (ainbyornis flavifrons) membangun pondok dengan hiasan bunga-bunga, maleo (macropechalon maleo) menaruh telur-telurnya di lubang di dalam pasir, dan kasuari (casuarius casuarius) yang tidak pandai terbang. Jenis burung terakhir ini termasuk terbesar di Indonesia.
Setelah mengamati perbedaan-perbedaan tersebut, maka Alfred Russel Wallace membuat garis bayangan yang sekarang dikenal dengan sebutan garis Wallace. Jenis-jenis burung dan satwa di Indonesia bagian barat memiliki persamaan dengan satwa di negara-negara Asia, sedangkan di Indonesia bagian timur memiliki persamaan dengan benua Australia.
Dewasa ini, keberadaan beberapa jenis burung terancam punah atau sudah langka. Hutan hutan yang terus berkurang jumlah luasnya akan sangat berpengaruh dalam kehidupan burung-burung liar di alam aslinya. Pohon-pohon dan buah-buahan di hutan berkaitan erat dengan kelestarian burung-burung liar tersebut.
Buah ara merupakan makanan kesenangan burung dewata. Buah pala, buah pandan, dan palem makanan kesenangan kakaktua. Buah beri kesukaan cnderawasih disamping serangga.
Melestarikan burung-burung liar di alam aslinya merupakan bagian dari melestariakn ekosistem hidup di dunia ini.
Aku tersentak kaget. Tiba-tiba saja keasyikan membaca buku itu jadi tergagnggu.
” Huss dengar suara apa itu,” ujar Leonny tergesa-gesa. Teman-teman juga bangkit berkumpul mendekati aku. Keremangan malam tambah menakutkan danmenyeramkan.
Semua diliputi kepanikan. Hanya diam yang bisa dilakukakan. Ingin aku keluar dari tenda tapi teman-teman melarangku. ” nanti saja Huss,” ujar Petrus. Dari raut wajahnya ia yang paling lemas. Akupun ikut gamang.
Karena asap yang berkepanjangan melanda kota, sekolah-sekolah diliburkan. Kemudian, dia ikut keluarga yang sedang mengadakan penelitian di belantara Meratus. Dugal, sepupunya yang tinggal di kampung dekat kaki pegunungan Meratus juga ikut.
Suatu ketika, mereka menemukan bunga aneh yang berbau busuk. Tidak disangka-sangka itulah awal-awal petualangan mereka. Mereka tersesat di belantara Meratus. Saat menjadi raja sarman berhasil menyatukan dua kerajaan kate yang bertikai.
Berbahagiakah sarman ? Tidak. Apalagi dia mengetahui kalau Dugal ditawan orang-orang kate. Oleh karena itu hanya satu keinginan Sarman orang-orang kate. Oleh karen aitu hanya satu keinignagnsarman dan dugal, yaitu keluar dari kerajaan kate, keluar dari riuh yang penuh kabut asap yang semakin pekat.
Pada suatu hari sarman si raja kate memimpin rakyatnya memadamkan api yang sedang melalap hutan. Ketika rakyatnya sedang sibuk memadamkan api itu Sarman dan Dugal melarikan diri untuk pulang. Orang kate itu tiodak ada yang melihat pearian . Sarman karena mereka sedang berkonsentrasi penuh untuk memadamkan api. Sarman akhirnya berhasil menggapai kampung dugal.
Potensi alamnya relatif menawan. Dari kelompok kayu seperti meranti, keruing, ulin, kapur. Lalu bunga-bungaan seperti anggrek, kemudian tanaman buah seperti kasturi, durian, jambu-jambuan, dan banyak pula tanaman obat-obatan.
Keganasan ular raksasa di hutan Borneo Anaconda besutan Luis Losa tahun 1997 adalah film yang terbaik yang dapat diingat, sebab telah menolong dan memperkenalkan Jennifer Lofez ke dunia penantian.
Tetapi untuk kali ini Lofez tidak lagi terpilih untuk berperan di Anacondas : The Hunt for the Blood Orchid. Sutradara Dwight Little (yang juga pernah menyutradarai Free Willy 2, Hallowen 4) menggantikan kekuasaan si aktris dengan si ular sendiri.
Dikisahkan seekor ular yang menakutkan dengan panjang lebih dari 40 kaki, hingga bertambah jadi ukuran raksasa akibat pemberian makanan di penemuan anggrek eksotik yang hanya ada di hutan Borneo. Anggrek Blood Orchid berisi enzim misterius yang memindahkan tutupnya sampai jumlah waktu sel bisa berkembang biak membuka pintu pada kemudian yang abadi dan mencapai pertumbuhan yang tak terbatas.
Itu merupakan kelebihan bagian komponen eksotik yang menarik perhatian perusahaan farmasi jasa yang serakah di New York dan yang segera memberangkatkan ekspedisi untuk menemukannya.
Dipimpin oleh seorang ilmuwan yang penuh perhitungan dan berkepala dingin Dr Jack Byron (Mattew Marsden). Dan perjalanan itu juga diiringi dua kepala kantor ( Salli Richardson Whitfield dan Morris Chestnutt) yang penakut, seorang penasehat kocak ( Eugene Byrd), si pirang asisten peneliti Sam (Ka Dee Strick Land) dan seorang dokter yang kurang berkarakter (Nicholas Gonzales).
Suatu kali di Borneo peneliti membuat perjanjian dengan seorang kapten kapal sungai yang tercemar dengan minyak Bill (Johny Mesner) untuk membawa mereka ke lahan anggrek yang tumbuh di kedalaman hutan hingga titik penuh menjelang musim hujan.
Makhluk misterius melata itu melintas di belakang, tak terlihat oleh semua yang ada diatas kapal kecuali oleh kera si kapten kapal. Little menunda waktu makan malam hingga film hampir separuh lebih selesai, tetapi begitu mulai dia membuat suatu yang mengejutkan dan berdaya cipta tinggi.
***
Dalam ekspedisi kali ini tak lupa membawa kompas dan peta. Kedua alat itu sudah lazim digunakan bagi dunia petualangan ke alam bebas.
Kompas yang kami bawa ada beberapa jenis yaitu kompas bidik yaitu kompas yang biasa digunakan oleh militer, pramuka, dan pengembara. Penggunaannya cukup sederhana. Kompas ini mesti dilengkapi juga dengan penggaris, busur derajat, dll.
Juga kami mmembuka buku saku berupa saran pengguanaan kompas yang dianataranya berisi :
1. Sebaiknya kompas mempunyai tempat khusus, terutama apabila disimpan dalam ransel. Dengan pengertian kompas akan aman apabila tergencet atau tertindih benda lain, begitu juga jika ransel terjatuh, karena kompas mempunyai bentuk yang mudah rusak apabila tertindih.
2. Kompas sebaiknya juga terlindung dari air, terutama air laut. Walaupun sebagian besar kompas dirancang kedap air, namun bahaya kerusakanoleh air juga cukup fatal. Kerusakan itu antara lain akan mengganggu jalannya kompas. Walaupun kompas telah dilengkapi dengan minyak bening untuk menjaga kekuatan jarum kompas. Biasanya kompas dibungkus cat untuk menghindarkan karat. Sebaiknya pula tetap waspada karena air terutama air laut mempunyai sifat krosif karat.
***
Adit membuka buku yang tersimpan dalam tasnya. Lalu membacanya.
1. Katuk (Saorus Androgines)
Tanaman katuk bernilai gizi tinggi dan merupakan semak kecil yang tingginya dapat mencapai 2 sampai 3 meter. Bagian yang dimakan yaitu daun dan buahnya. Daunnya dapat disayur atau dijadikan lalap mentah. Sedangkan buahnya harus direbus terlebih dahulu atau dijadikan sayur. Tumbuh dengan baik di dataran rendah atau di daerah pegunungan. Katuk banyak membutuhkan air dan tumbuh baik di daerah terbuka dan pada tempat yang tidak langsung menerima sinar matahari. Tanaman ini dikembangbiakkan dengan cara distek.
Pangkaslah tanaman sampai batas 60 cm di atas tanah bila telah tumbuh cukup tinggi. Pemangkasan dilakukan agar tumbuh tunas-tunas baru sehingga daun muda yang akan dipetik bertambah banyak. Pemetikan pertama dapat dilakukan setelah tanaman berusia 3 sampai 4 bulan.
2. Beluntas (Pluchea Indica)
Beluntas merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak dengan banyak cabang. Oleh karena itu baik ditanam sebagai pagar hidup. Bila dibiarkan tumbuh dengan bebas dapat mencapai tinggi kurang lebih sampai 2 meter. Agar mempunyai bentuk yang indah, tanaman ini harus sering dipangkas.
Tanaman beluntas tahan terhadap kekeringan dan dapat tumbuh dengan baik di daerah terbuka yang langsung menerima cahaya matahari. Akan tetapi dapat juga tumbuh di tempat teduh atau terlindung.
***
Gigitan nyamuk belantara Meratus semakin menjadi-jadi. Untuk itu Adit berupaya mengusirnya dengan berbagai cara seperti mengoles tubuh dengan lotion anti nyamuk dan membakar obat nyamuk bakar disetiap sudut tenda yang ditempati.
” Dit makanan habis, ” ujar Petrus mengagetkan lamunan Adit. Adit bingung. Ternyata persediaan makanan luput dari perkiraan semula. Yang seyogianya baru beberapa hari akan habis justru sekarang sudah habis. Rencana tak sesuai dengan perkiraan.
” Apalagi yang mau dimakan ?” ujar Adit dalam hati. Yah terpaksa makan dedaunan segar yang ada di sekitar mereka agar tidak mati kelaparan. Juga berburu kijang untuk disantap dagingnya biar dapat mengganjal perut yang tak kenal kompromi, tapi dimasak dulu.
Sekelebat bayang hitam lewat ditempat mereka saat memasang kemah ditempat baru. Suasananya menjadi bertamabh seram. Diterangi oleh lampu minyak dan api unggun mereka menghabiskan sisa malam dengan suasana dan pikiran masing-masing. Paginya mereka kembali berangkat meneruskan perjalanan. Yang dituju masih jauh. Keingintahuan terhadap lampumaya mengalahkan segalanya. Tak peduli padang parupuk yang menghalangi. Satu tekad mereka harus berhasil menemukan makhluk itu paling tidak jejak langkahnya saja.
” Cepat atau lambat harus kita temukan,” ujar Adit dihadapan teman-temannya.
Keingintahuan itu kadong tertancap dihati mereka. Perjalanan menyusuri sungai yang berada di belantara Meratus terasa sangat mencekam dan mencemaskan. Selain airnya dalam juga banyak binatang buas yang sesekali siap membinasakan diri.
” Harus hati-hati dan siapkan segala kemampuan diri dalam mengarungi sungai ini,” pesan Adit kepada teman-temannya.
Itu diutarakannya karena merasa sebagai yang senior diantara mereka. Juga karena Adit lebih berpengalaman dengan alam Meratus. Ketimbang dengan mereka yang baru pertama kali datang kesana. Selama berada disana handphone tidak bisa difungsikan untuk menghubungi keluarga. Mungkin jaringannya tidak ada. Walaupun begitu hubungan dalam radius 10 kilometer masih bisa ditangkap. Seperti halnya hubungan antar sesama, Adit dengan teman-temannya.
” Dit aku tidak tahan seperti ini,” ungkap Leonny kepada Adit saat berduaan berjalan melintasi sungai. Sementara yang lain sudah sampai duluan di seberang.
” Sabar sedikit,” ucap Adit kepada Leonny sembari memapah tubuhnya. Leonny memang cukup kelelahan. Tubuhnya mulai melemah dan terasa hangat.
” Kita harus berhasil, ” pekik Adit menyemangati Leonny yang wajahnya sekilas mirip bintang film Mandarin. Walau begitu Adit merasa kasihan juga. ” Mengapa ya cewek secantik Leonny mau-maunya berada di belantara Meratus yang terkenal cukup ganas ini,” ujar Adit dalam hati.
” Dit kakiku terluka,” ucap Leonny sembari merintih. Cepat-cepat Adit mengambil obat merah dan pembalut dari dalam tasnya. Terlihat Leonny meringis kesakitan. Namun untunglah mereka berhasil berada di seberang sungai. Di bawah sebuah pohon yang rindang lagi sejuk mereka beristirahat.
Adit menghampar tikar plastik lalu membawa Leonny kesana. ” Jess tolong Leonny, aku mau mandi dulu,” ujar Adit kepada Jessica. Adit kemudian bersama Nainggolan menuju tempat mandi. Sementara Petrus, Jessica, dan Agnes menunggui Leonny.
Jarak tenda ke tempat pemandian sekitar 200 meter. Melewati jalan setapak yang penuh dengan tanaman liar. Kalau tidak hati-hati berjalan akan terluka. Saat itulah tiba-tiba dijalan yang dilewati Adit terdengar suara aneh. ” Seperti suara binatang tapi aneh,” ucap Nainggolan kepada Adit. Mungkinkah itu Lampumaya ?
***
Pada mulanya dimuka bumi ini belum ada kehidupan. Tumbuhan, binatang bahkan manusiapun belum ada. Baru kira-kira 450 juta tahun yang lalu mulailah ada kehidupan yang bermula dari kehidupan air, yaitu dalam bentuk benang-benang ganggang.
Setelah melewati waktu berjuta-juta tahun kehidupan perlahan-lahan merambat ke daratan. Mula-mula berbentuk rumput-rumput pendek, lalu berupa gulma. Kemudian timbullah tumbuhan semak dan akhirnya tumbuh pohon-pohon besar seperti kita jumpai di hutan dewasa ini. Pohon-pohon yang lebat tumbuh dengan suburnya. Jika ada pohon yang telah tua akhirnya akan lapuk sendiri dan berganti lagi dengan pohon yang baru. Begitulah siklus kehidupan pohon-pohon di dalam hutan. Pasang alami seperti itu berlanjut terus-menerus sampai jutaan tahun lamanya.
Pohon-pohon yang ada di dalam hutan hidup secara bersama-sama membentuk keselarasan lingkungan yang saling mengisi tata ruang yang ada. Gulma ganggang lumut dan jamur hidup diantara pohon-pohon yang lebat. Sampai saat ini kita mengenal bahwa di dalam hutan terdapat bermacam jenis tumbuhan. Ada yang berdaun kecil, ada yang berdaun lebar, ada yang merambat, ada yang berduri dan adapula yang berbuah lezat.
Sejalan dengan pertumbuhan berbagai macam dan corak tumbuh-tumbuhan di dalam hutan, kehidupan binatang, hewan dan burungpun terus berkembang. Begitu pula kehidupan didalam dan dipermukaan tadi. Kita dapat mulai berbagai bentuk binatang kecil seperti cacing tanah, serangga, binatang melata, dan hewan kecil yang bersayap dan dapat terbang. Itu semua menjadikan hutan sebagai tempat hidup yang nyaman dan sangat menyenangkan. Semua binatang, hewan, serangga, dan burung memenuhi kebutuhan hidupnya dari apa yang ada di dalam hutan. Segenap isi hutan penuh kedamaian dengan caranya sendiri-sendiri. Makhluk tersebut dengan bebas menjalani kehidupannya. Ada yang didalam goa-goa alam ada yang hidup di atas dahan, dan adapula yang bersarang disemak-semak perdu.
Kehidupan makhluk yang satu dengan yang lainnya saling membutuhkan. Itulah kodrat alam. Dari yang bertubuh besar hingga yang berbadan kecil, dari yang buas sampai yang jinak, semuanya hidup dalam kedamaian.
Di samping itu, kita mengenal kehidupan binatang yang memangsa binatang lainnya. Akan tetapi, tidak membuat binatang yang dimangsa menjadi punah. Hutan telah menjaga keselarasan dan keseimbangan ekosistem kehidupan yang ada di dalamnya.
Berjuta-juta tahun lamanya kehidupan binatang dan pepohonan di dalam hutan berjalan secara alami, sampai pada masa kehidupan manusia. Kehidupan manusia pada mulanya penuh dengan ketenteraman. Karena pada masa itu kebutuhan hidup manusia telah disediakan oleh hutan. Manusia hidup di goa-goa. Membuat rumah di dahan-dahan pohon. Mereka memenuhi kebutuhan hidupnya dari berburu, memakan buah-buahan, dan mengolah umbi-umbian yang terdapat didalam hutan. Begitulah gambaran kehidupan manusia pada mulanya.
Kodrat manusia memang berbeda dari makhluk lainnya. Waktu berjalan tanpa henti. Manusia pun akhirnya menemukan dirinya. Dari generasi ke generasi cenderung berubah. Hal ini disebabkan oleh karena manusia diciptakan Tuhan lebih sempurna dari makhluk yang lain. Manusia diberikan akal pikiran, sementara makhluk lain di dunia ini tidak. Binatang, hewan, burung, serangga, dan lainnya hanya diberi nafsu.
Dengan akalnya manusia mempunyai naluri. Naluri ingin maju dan berkembang sesuai dengan kodratnya. Manusia tidak lagi hidup di hutan-hutan. Tidak di atas dahan, tidak dilakukan lagi. Akan tetapi, timbul ide-ide dan pikiran baru untuk membuat rumah dan membuka ladang, mengenal kelompok, dan membentuk pemukiman. Nah, dari peradaban manusia yang berubah-ubah dan ingin maju itu, kadang-kadang membahayakan bagi kelestarian hutan. Pada zaman modern ini kita telah sering mendengar perusakan hutan dan pembakaran hutan oleh ulah manusia.
***
Jalan-jalan yang dilewati terasa lengang. Kawasan Meratus memiliki hutan primer yang banyak ditumbuhi pepohonan dan kayu-kayuan yang beraneka ragam jenisnya. Jenis pohon yang tumbuhnya cukup banyak seperti : meranti, sungkai, ulin, kareba, ramin, kayu manis, dsb. Termasuk juga jenis anggrek hutan khas Kalimantan yang cukup terkenal itu. Selain itu terdapat pula satwa jenis : kijang, kancil, macan, beruang, kera, bekantan, raja udang, enggang, dan ayam hutan. Juga jenis-jenis ular. Yang terkenal adalah ular tadung kapayang dan ular tambalaras. Kedua jenis ular itu terkenal cukup ganas dan mematikan. Serta kupu-kupu juga banyak terdapat dengan aneka warna yang menawan.
***
Beruntunglah Adit dkk dapat menyaksikan upacara Bawanang (Babalian Tandik) yang dilaksanakan selama enam hari enam malam. Mereka diundang secara khusus oleh kepala adat setempat untuk menyaksikan upacara tersebut. Hal yang cukup menggembirakan tentunya.
Pada kenyataannya merupakan upacara ritual dimana intinya mereka memanggil roh-roh para penunggu goa Upih Gulinggang, untuk datang dan menyaksikan persembahan yang mereka berikan. Persembahan yang mereka tempatkan di balai adat berbentuk ancak dan balai. Ancak adalah tempat persembahan sedang balai yang berbentuk persegi empat dimana ditempatkan sebagai pusaka Raja Ganting yang terletak di Bangkalaan Melayu. Pusaka ini berbentuk tombak, sumpitan, gong, piring melawen, dan tempayan yang berukir naga. Menurut sejarahnya, dahulu kala ketika kerajaan Batu Ganting masih ada upacara ini dilaksanakan setiap tahun oleh raja untuk memperoleh izin dari penunggu goa Upih Gulinggang untuk mengambil sarang burung yang ada di dalam goa tersebut. ” Pada mulanya persembahan yang diberikan bukan hadangan (kerbau), tetapi berbentuk manusia, namun kemudian dalam perkembangannya diganti dengan kerbau,” beritahu seorang tetuha adat kepada Adit.
Dengan masuknya agama Islam, Raja Batu Ganting yang tadinya beragama Kaharingan memeluk agama Islam dan upacara ini diserahkan raja kepada suku Dayak yang masih beragama Kaharingan untuk melaksanakan upacara Bawanang ini setiap tahunnya.
Dari rangkaian upacara Babalian yang mereka laksanakan siang dan malam secara bergantian tanpa merasa lebih, maka pada hari keempat dilaksanakan pengambilan air dudus. Upacara pengambilan air dudus ini didahului dengan upacara dimana penjulang (dukun) dalam keadaan setengah sadar akan berjalan turun dari balai adat menuju sungai dengan diiringi para anggota babalian, dan diiringi gamelan dan gong menaiki perahu yang telah disiapkan menuju Lokbesar dekat goa Upih Gulinggang untuk mengambil air dudus tadi setelah perahu sampai ke tempat dukun dengan suara lantang dalam keadaan setengah sadar memanggil roh nenek moyang dan penunggu goa kemudian perahu diputar sebanyak tiga kali, baru saat itu seorang wanita dengan berpakaian kuning mengambil air dengan stoples dari kaca di sungai. Setelah air diambil sang dukun memberi aba-aba ke balai adat.
Dengan seksama Adit mengikuti prosesi tersebut. Teman-temannya begitu takjub melihat upacara yang baru pertama kali disaksikan itu.
” Ternyata banyak juga khazanah budaya bangsa yang belum kita ketahui,” ujar Leonny kepada Adit. Ia selalu dekat dengan Adit saat menyaksikan upacara itu. Takut terjadi apa-apa.
Pada hari kelima, merupakan hari yang paling ramai karena pada hari itu dilaksanakan pemotongan kerbau dan kambing. Upacara dimulai dengan babalian di depan balai adat dimana kerbau dan kambing diikat. Pada saat itu kerbau dipayungi oleh salah seorang anggota babalian.
Pada saat para penjulang (dukun kesurupan) banyak diantara pengunjung semuanya sama-sama bergerak ingin menjamah kerbau yang akan disembelih. Suasana saat itu cukup ramai karena yang didengar adalah suara keras dan teriakan dari mereka yang kesurupan. Selesai upacara babalian naik kembali ke balai adat. Setelah suasana baru dilaksanakan pemotongan kerbau dan daging. Ketika penyembelihan dilaksanakan banyak pengunjung yang berebutan mengambil darah kerbau tadi. Menurut kepercayaan mereka jika darah itu dioleskan ke tanaman mereka maka tanah tersebut akan menjadi subur. Kepala kerbau dan kepala kambing tadi nantinya akan digantung di depan pintu goa Upih Gulinggang yang merupakan wujud persembahan mereka pada penghuni goa.
Sebagai penutup upacara Bawanang ini maka pada hari terakhir yang merupakan rangkaian upacara dilaksanakan upacara penyiraman air dudus pada peninggalan Raja Batu Ganting. Biasanya yang didudus ini adalah keturunan Raja Ganting. Pada saat upacara siraman air dudus ini seluruh balai dan pengunjung di dalamnya akan basah kuyup. Pada saat itu siapa saja yang ada akan disiram dengan air tanpa mengenal darimana mereka berasal. Setelah itu dilaksanakan upacara terakhir dimana sore harinya kepala kerbau dan kambing tadi dengan satu upacara diantarkan ke pintu goa untuk diletakkan dalam satu ancak dan digantung di depan pintu goa Tamuluang.
Acara tradisional senantiasa menarik perhatian Adit dkk. Seperti juga yang ada di anak suku Dayak Balangan dan suku Dayak Pitap dari suku Ngaju yang mendiami lembah-lembah pegunungan Meratus yang melintasi banua. Mereka mempunyai adat kebiasaan mengadakan upacara peringatan rasa syukur kepada penguasa alam yang telah memberikan limpahan panen dari hasil bercocok tanam mereka.
Acara tersebut dinamakan Aruh Adat Baharin. Upacara ini biasanya dilaksanakan di balai yang khusus dibangun untuk upacara tersebut dan dilengkapi dengan beraneka gemarang (ancak) sesajen lengkap dengan isinya berupa kue-kue beraneka macamnya, makananan, dan buah-buahan.
Pada awal upacara para balian dan petiti disumpah dan ditapung tawari untuk membersihkan diri sebagai pelaksana upacara kemudian dilanjutkan dengan upacara Balian Hiang Lembang sebagai pengundang bagi arwah leluhur mereka, yang ada di bumi dan dilanjutkan dengan Balian Hiang Dewata sebagai pengundang makhluk kayangan yang berada di alam atas.
***
Sementara di luar rumah tampak kabut asap yang begitu pekat menyelimuti. Memang akhir-akhir ini kabut asap di daerah ini kian merajalela saja. Jarak pandang kurang lebih 10 meter saja. Ini tentu saja mengganggu kesehatan manusia. Apalagi baunya cukup menyengat.
Diduga ini adalah akibat kebakaran hutan. Para peladang berpindah membakar lahan pertanian baru. Lereng gunung tampak menghitam bekas pembakaran. Ini adalah fenomena tahunan. Kini Meratus tampak suram. Sesekali bencana akan mengancam warga. Secepatnya masalah ini segera diatasi.
***
Adit paling senang melihat Agnes, sosok cewek modis. Hidungnya yang bertindik membuat keren penampilannya. Walau begitu ia ternyata sangat ramah terhadap sesama. Karena kesukaannya berpetualang ia bergabung dengan Adit untuk menapak belantara Meratus.
Di tengah belantara Meratus ini tak ada keramaian. Saat teman-teman yang lain tengah istirahat di tenda Adit mengajak Agnes jalan-jalan. Lalu mereka bersama-sama berjalan menuju ke sebuah batang pohon yang tumbang. Namun mereka sama-sama diam. Tak ada kata-kata yang dapat diungkapkan. Setelah duduk diatas batang pohon itu barulah Agnes membuka mulut. ” Dit mengapa berdiam diri saja ? ”
Adit mengangkatkan kepala cepat-cepat, lalu bertemu pandang dengan Agnes. ” Aku berdiam diri ? Aku tahu sekali-kali. Dengar, Agnes kerapkali aku merasa heran dan berpikir bahwa kamu dapat menebak segala isi pikiranku. Biasanya telah kuketahui lebih dahulu, apa akan jawabanmu atas segala pertanyaanku,” sahut Adit.
***
Menghindari kejaran seekor macan membuat mereka terpisah. Adit mengambil jalan berbeda. Akibatnya mereka tersesat. Apalagi hari menjelang malam. Adit dan Leonny lari ke arah utara. Sementara Nainggolan, Petrus, Jessica, dan Agnes entah kemana mereka lari.
Pikiran mereka saat itu bagaimana menyelamatkan diri dari macan itu kalau tidak ingin binasa.
Leonny terjatuh saat melintasi sebuah akar pohon besar.Tapi untunglah dapat segera ditolong Adit. Namun fatal dia semakin melemah. Termasuk juga Adit karena sampai saat ini ia belum makan. Perjalanan tak tentu itu membuat mereka menjadi gelisah.
Di tengah keremangan malam Adit melihat ada sebuah gubuk tua. Sementara kondisi Leonny makin memprihatinkan. Lantas Adit memapah Leonny menuju gubuk itu. Kegelapan malam menyelimuti tempat itu. Saat seperti ini Adit berharap mendapat keajaiban.
Ternyata gubuk itu dihuni oleh sepasang suami isteri. Usia mereka diperkirakan mencapai 60 tahunan. Ini dapat dilihat dari wajah mereka yang mulai keriput. Boleh dibilang mereka seperti kakek nenek. Setelah diutarakan maksud kedatangan oleh Adit kedua orangtua itu mau menerima untuk beristirahat. Bahkan cukup ramah sekali.
” Untuk sementara kalian boleh tinggal di tempat kami ini,” ucap sang nenek.
Sang nenek kemudian membuatkan ramuan obat dari akar tumbuhan dan dedaunan untuk menyembuhkan Leonny dan diperoleh dari beberapa tanaman yang ada di sekitar gubuk itu.
” Nak saya keluar sebentar, kalian istirahat saja disini dahulu,” ujar sang kakek.
Kondisi Leonny sedikit agak bagusan ketimbang saat diangkat Adit dalam perjalanan menuju gubuk itu tadi malam.
Sementara itu Adit mencoba menghubungi nomor ponsel teman-temannya tapi tidak ada yang aktif. Mungkinkah mereka diterkam macan ? Semoga tidak. Hal ini tentu saja menambah beban pikirannya.
” Dit dimana kita sekarang ? Jessica, Agnes, Petrus, dan Nainggolan kemana mereka ? ” tanya Leonny dengan nada suara yang lemah sekali. Adit agak kasihan juga melihatnya.
” Kita berada di rumah sepasang kakek nenek. Mengenai teman-teman aku tidak tahu keadaan mereka sekarang. Tadi saat kuhubungi via HP tidak ada yang aktifnya. Mudahan saja mereka selamat,” ujar Adit kepada Leonny sembari memegang erat tangannya serta mencium pipinya. Ada rasa sayang, bukan sekedar nafsu saja.
” Dit jangan jauh-jauh dariku. Kepalaku masih pusing,” ucap Leonny sendu.
Kasihan juga Adit melihatnya. Adit tak ingin kehilangan cewek manis lagi ramah itu. Leonny teman setia Adit, tempat curhat dan berkeluh kesah seputar kehidupan yang mereka jalani.
Disini tak lagi berguna yang namanya harta. Disini ada kesunyian abadi. Yang diperlukan sekarang adalah jiwa sosial yang tinggi. Menolong sesama yang mengalami musibah. Itu semua adalah cobaan Yang Maha Kuasa.
Adit prihatin melihat keadaan Leonny seperti ini. Andai berada di kota mungkin bisa dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan. Karena orangtuanya yang konglomerat itu pasti akan membawanya ke rumah sakit di ruang VVIP tentunya.
Tapi disini hanya berharap kepada Allah SWT. Dan melewati media ramuan obat-obatan tradisional. Berupa dedaunan dan akar-akaran yang sudah disediakan oleh alam. Adit tak lupa berdo’a kepada Allah SWT memohon agar Leonny lekas sembuh dan juga diberi keselamatan. Agar dia dapat kembali melihat wajah Leonny yang manis. Tidak seperti saat berada di Kayu Barumbai dulu. Tidak pucat pasi seperti sekarang ini. Namun harus selalu gembira seperti rakyat kecil menerima pemberian uang dari wakil rakyat yang duduk di kursi empuk.
***
Beberapa hari kemudian Leonny berangsur-angsur sembuh. Gubuk tua itu mereka tinggalkan. Tak lupa mengucapkan terima kasih banyak kepada kakek dan nenek penghuni gubuk itu, yang sangat besar jasanya kepada mereka, menampung hidup selama beberapa hari dan turut berperan menyembuhkan Leonny.
” Selamat jalan nak,” ujar kedua orangtua itu. Semabri mereka memberi Adit sebuah bungkusan kecil berisi kain yang berwarna kuning serta dua biji buah yang masih asing bagi Adit, karena baru kali itu ia melihatnya.
” Simpanlah dan mungkin suatu saat nanti akan berguna bagi kalian berdua,” ujar sang kakek kepada Adit dan Leonny.
” Terima kasih banyak Kek, Nek....!” ujar Adit dan Leonny.
Kemudian mereka bersalaman kepada kakek dan nenek itu. Lalu beranjak pergi meninggalkan tempat itu.
***
Tujuan berikutnya adalah mencari teman-teman mereka. Handphone diaktifkan. Beberapa kali Adit menghubungi no HP temannya tapi tak ada jawaban.
” Kita kembali ke tempat pertama datang,” usul Leonny. Adit mengikuti saja apa katanya itu. Sementara sunyinya suasana hutann yang dilewati mengisyaratkan mereka untuk selalu berhati-hati dalam melangkahkan kaki.
Tiba-tiba HP Adit berbunyi, ” Hallo dimana kalian sekarang?” tanya Agnes. Lalu Adit memberitahukan tentang keadaannya dengan Leonny saat ini.
”Aku, Jessica, Nainggolan, dan Petrus saat ini berada dibekas kita pertama memasang kemah, dekat sungai,” beritahu Agnes. Kemudian Adit dan Leonny menuju tempat tersebut.
***
Kondisi Agnes, Leonny, dan Jessica cukup payah. Adit menduga mereka terserang pulasit. Satu penyakit kiriman suku Dayak. Tampak juga mereka seperti kesurupan. Sedikit banyak hal ini tentu sangat mengganggu rencana besar mereka memburu Lampumaya. ” Namun apapun halangannya rencana tersebut harus tetap dilanjutkan !” tekad Adit.
Sementara itu juga yang sangat dikhawatirkan adalah kehadiran penyakit malaria atau sering disebut warga setempat dengan kena wisa. Yang bisa menimbulkan korban jiwa.
***
Adit pun hari ini dalam kondisi tidak fit. Hanya banyak berada dalam tenda saja. Ia merasa pusing. Juga muncul batuk yang disertai dengan dahak. Maunya berbaring terus.
” Kak Adit minum obat ini ya,” ujar Leonny yang menyodorkan sebutir obat penurun panas serta segelas air. Leonny begitu peduli melihat keadaan Adit. Mungkin dia tidak ingin melihat Adit menderita seperti itu.
Karena hidung terus berair Adit tak ingin jauh dari air. Karena ingin selalu dibuang bila terasa penuh menggumpal dihidung. Juga bila mau menyantap apa saja tenggorokan, bibir, dan lidah terasa sakit.
***
Malam terus larut. Suasana belantara Meratus kian mencekam. Adit dkk saling berdekatan. Tubuh mereka diselimuti dengan mantel dan jaket tebal. Tak lupa membuat api unggun. Untuk mengusir rasa dingin.
Sebelumnya tadi sore mereka menyaksikan pertunjukan kurung-kurung gunung atau hilai yang terbuat dari sebatang bambu dan kayu ulin serta diikat dengan rotan. Berbentuk galah dengan ujung yang agak kecil dan sebagian dari kurung-kurung, bagian atas dililit atau diikat dengan rotan yang menutupi permukaan badan dari kurung-kurung gunung atau hilai tersebut.
Bentuknya mengecil ke atas atau bagian atas atau ujung lebih kecil dari bagian pangkalnya. Pada bagian pangkalnya terdapat kayu ulin bulat panjang yang agak runcing ujungnya untuk membuat lubang pada tanah ladang tegalan yang akan ditanami benih padi gunung ketika manugal.
Di dalam batang bambu ini dimasukkan alat bunyi yang terdiri dari kayu ulin kalau dihentakkan ketika membuat lubang untuk menanam benih padi, bersentuhan satu sama lain sehingga menimbulkan bunyi yang khas. Bunyi ini mirip dengan bunyi katak atau kodok ketika hari hujan atau sudah habis hujan.
***
Handphone memang sangat banyak kegunaannya. Misalnya saat seperti dialami Adit dkk. Di tengah belantara Meratus terasa sunyi dan sepi. Diperlukan suasana senang dan gembira. Adit dan Leonny terpaksa menunda perjalanan. Tak tahu kemana kaki akan melangkah.
***
Adit dan Leonny sempat juga menyaksikan seorang warga bernama Aban dibantu keluarganya sedang manugal.
Berbekal sepotong tongkat kayu berdiameter dan panjang dua meter Aban tekun membuat lubang di kebun karetnya yang telah habis dibabat.
Dibantu yang lainnya dia terlihat sibuk manugal dilahan yang cukup luas itu. Manugal adalah menanam bibit padi gunung tadah hujan diatas bukit. Padi yang ditanam dikenal warga setempat dengan banih pilanduk.
Berbeda dengan warga dataran rendah yang cemas banjir saat-saat musim penghujan, bagi warga yang tinggal di daerah pegunungan, musim hujan malah membawa berkah. Mereka bisa melaksanakan aktivitas manugal untuk memperbaiki kondisi tanah sekaligus meremajakan pohon karet yang sebelumnya mengisi lahan.
Aban membersihkan lahan dengan cara dibakar atau membabat rumput dan pohon karet tua yang tidak lagi produktif di kebunnya, saat musim kemarau. Kebun yang telah bersih kemudian ditanami dengan padi gunung.
Selain bermanfaat karena menghasilkan padi yang dapat dimakan sekeluarga, aktivitas manugal diyakini memulihkan kesuburan tanah. Tanah kebun yang semula keras karena ditanami pohon berakar tunggang menjadi gembur kembali saat ditanami padi.
Apalagi saat panen daun-daun padi yang mengering bisa dibakar kembali untuk menambah unsur hara tanah. Tanahpun siap ditanami tanaman karet lagi. Tentunya jenis karet unggul agar lebih produktif.
Padi gunung bisa dipanen sekitar empat bulan lagi. Dari bibit 1,5 blek, biasanya menghasilkan 8-10 blek. Itu kalau tidak ada gangguan hama.
***
Pada saat berada di belantara Meratus seperti ini, Adit teringat sebuah tulisan di media tentang ngayau atau kayau. Tulisan itu karya Budi Kurniawan :
Langit biru membentang hingga memenuhi lazuardi. Awan hanya tipis menyelimuti langit. Angin berdesir. Disela gumam mantra dari balian yang memegang sebilah parang besar dengan beliung diatasnya yang diikat dengan bajakah (tanaman merambat) yang tumbuh subur di pedalaman Kalimantan, seekor burung elang melesat membelah langit kebiruan ketika siang menjelang.
Beberapa butir behas bahandang bahenda (merah dan kuning) ditaburkan diatas parang besar dan beliung. Ketika beliung berputar tiga kali dengan cepat searah jarum jam, restu yang diminta dari roh nenek moyang dan penguasa alam semesta pun tiba. Artinya kayau boleh dilaksanakan. Upacara manajah antang yang digelar pun usai.
Itulah upacara awal jika kayau akan dilaksanakan. Semuanya tidak mudah. Kayau tidak datang tiba-tiba. Kayau hanya dilaksanakan untuk kepentingan menyeimbangkan kehidupan yang rusak, akibat polah manusia yang menyebabkan persoalan diantara mereka dan alam.
Orang Dayak di seantero Borneo tidak gampang mangayau. Mangayau juga asang maasang memerlukan prakondisi dan prasyarat yang wajib hukumnya dipenuhi. Jika restu tidak datang, mangayau batal dilakukan. Mangayau juga dilakukan sesuai prakondisi yang terjadi sebelumnya. Misalnya satu orang anggota suku dikayau oleh suku lainnya, maka kepala harus dibayar kepala wajib terjadi. Jadi, korban kayau tidak berasal dari orang yang tidak memiliki kesalahan sebelumnya.
Pangayau yang berangkat mangayau juga diwajibkan untuk tidak melanggar pantangan seperti tidak boleh mencuri, merampok, berdusta, berzina, mengganggu isteri dan anak gadis orang.
Pantangan itu menunjukkan kayau tidak boleh dinodai hal-hal yang buruk. Sebab selain akan menggagalkan kayau, juga berdampak buruk (kematian) bagi pangayau jika melanggar pantangan itu.
Pemahaman yang tersesat terhadap kayau juga terjadi dengan mempersepsikan, bahwa sasaran kayau hanya manusia. Padahal, kayau memiliki banyak jenis. Antara lain kayau kayu (membunuh kayu yang telah menyebabkan kematian anggota suku) ; kayau danum (membunuh sungai yang telah mengakibatkan kematian terhadap anggota suku).
Bahkan di zaman hidup susah, sandang pangan sulit ditemukan, istilah kayau lawu juga muncul. Itu memiliki makna dihembuskannya bahwa akan terjadi kayau di sekitar kampung. Kayau tersebut bertujuan menakut-nakuti suku lain yang memiliki sumber pangan melimpah agar mereka meninggalkan permukiman. Begitu mereka pergi, sumber pangan itu diambil alih.
Karena itu, kayau bukan sebuah peristiwa yang terjadi serta-merta dan begitu saja. Kayau palsu yang dihembuskan melalui pesan pendek yang meneror khalayak dalam dua pekan terakhir, jelas hanya tindakan sekelompok pihak yang tak ingin melihat orang Dayak muncul sebagai entitas yang bermartabat dan dilingkupi nilai-nilai kemanusiaan seperti suku lainnya di negeri ini. Penghembus teror kayau rupanya ingin membenturkan orang Dayak dengan suku lainnya agar saling mencurigai, dan kemudian terlibat dalam konfliks berkepanjangan.
Peraturan adat dimasa lalu, seperti yang ditulis Tjilik Riwut dalam Kalimantan Memanggil dan Kalimantan Membangun yang sebagian besar isinya ditulis kembali oleh Nila Riwut dalam Maneses Panatau Tatu Hiang : Menyelami Kekayaan Leluhur (2003), menunjukkan, apabila ada asang maasang dan kayau asang adalah perang suku dengan melibatkan banyak orang, bersifat tumpas kelor, berupa serangan mendadak dan memilih sasaran dalam jumlah besar. Sementara kayau adalah sebuah proses penuntasan konflik dengan logika apa yang diambil harus dikembalikan dalam ukuran yang sama, maka perempuan dan anak-anak bukan sasaran pembunuhan. Kayau seringkali memiliki sasaran satu orang dan tidak bersifat tumpas kelor.
Terkecuali perempuan yang ikut terjun langsung dalam peperangan, boleh ditangkap untuk dijadikan jipen. Kebebasan sebagai budak baru akan diperoleh apabila pihak yang kalah ataupun kaum keluarganya menebus. Besarnya tebusan ditentukan oleh kerapatan adat. Disaat perang, apabila ada musuh yang telah menyatakan marup yang berarti menyerah, tidak diperkenankan untuk dibunuh.
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kesetaraan jender, bukan merupakan hal yang baru bagi mereka. Peran serta dalam tugas kemasyarakatan, memangku jabatan kepala adat atau mantir, mengurus rumah tangga, mencari, nafkah, siapapun boleh baik laki-laki maupun perempuan, asalkan mau dan mampu.
Seorang tokoh Dayak Ngaju kepada sebuah koran nasional pada 2001 menceritakan, asang- maasang memang melibatkan banyak orang. Salah satu yang terbesar adalah Asang Paking Pakang. Dalam peristiwa itu, warga Dayak di hulu sungai besar menyerang secara besar-besaran warga Dayak di hilir sungai. Beribu orang Dayak Hulu, seperti tikus, melaksanakan penyerangan. Dayak hulu merasa kelakuan Dayak di hilir sungai sudah keterlaluan.
Karena itu, kasus pembunuhan di Kapuas, Kalteng, yang pelakunya sudah ditangkap polisi jelas bukan kayau. Karena, dalam kayau yang menjadi sasaran adalah orang-orang yang setara kekuatan dan kelasnya. Perempuan dan anak-anak bukan menjadi sasaran utama kayau. Pelaku yang bukan orang Dayak pun memperterang ketidakbenaran isu kayau, yang mengganggu psikologis khalayak di Kalsel dan Kalteng.
Isu tentang diperlukannya ribuan kepala anak-anak sebagai tumbal untuk menghentikan semburan lumpur panas Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, tak kalah basinya. Karena, kayau sangat jarang ada hubungannya dengan tumbal. Selain itu, apa hubungannya lumpur panas Lapindo dengan kepala anak-anak Kalimantan. Lumpur panas sepenuhnya berhubungan dengan polah Lapindo, yang salah satu pemiliknya menjadi orang terkaya di negeri ini.
Sayangnya bumbu mitos, legenda, dan kampanye buruk kolonial Belanda di sekitar kayau dimasa silam, kini ditelan mentah-mentah. Jika kampanye buruk pihak-pihak yang tidak menyukai orang Dayak menjadi maju dan beradab itu terus berlangsung, bisa jadi elang yang terbang membelah langit biru sebagai pertanda kayau untuk tujuan menyeimbangkan kehidupan yang rusak akibat polah manusia terhadap alam, menjadi tak bermakna dan sia-sia belaka.
***
” Enam Pencinta Alam Hilang di Belantara Meratus ” Demikian bunyi headline berita di koran lokal pagi itu.
Helikopter dari tim SAR terbang rendah di atas belantara Meratus saat menyaksikan di atas pepohonan ada bendera berkibar. Lalu mereka mendaratkan helikopter. Karena beberapa hari ini mereka mendapat laporan dari pihak berwajib dan warga tentang hilangnya anggota pencinta alam di belantara Meratus.
***
Adit dkk pulang meninggalkan belantara Meratus dibantu tim SAR, aparat kepolisian, TNI, beserta anggota keluarga yang ikut mencari mereka.
Walau Adit dkk tidak berhasil menemukan Lampumaya , tapi mereka mendapat banyak kenangan dan pengalaman selama berada di sana. Suka dan duka telah memenuhi benak mereka.
Pengalaman yang tak pernah mereka temukan sebelumnya. Mereka bertekad suatu saat nanti dapat kembali menjelajahi belantara Meratus. Borneo masih menyisakan misteri yang perlu untuk diungkap.
Kandangan, 2003 - 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Saat Hujan Turun di Sekitaran MTsN 3 HSS
Sabtu, 23 November 2024 Saat hujan turun di sekitaran Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada di RT 3 Desa ...
-
Rabu, 26 Maret 2014 Plang penunjuk Makam Datu Taniran Desa Taniran Kubah Kec. Angkinang Kab. HSS Lokasi Makam D...
-
Sabtu, 30 Maret 2013 Selain ketupat dan dodol, apabila menyebut nama daerah pahuluan, khususnya Kandangan, sejurus tentu terbayang kes...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar