Senin, 22 April 2013

ESAI

Selasa, 23 April 2013


KETIDAKPEDULIAN MEREKA

Zig Ziglar adalah sebuah nama yang sangat familiar di Amerika. Maklumlah, pimpinan Zig Ziglar Corporation ini adalah salah seorang pengarang kenamaan. Buku karangannya sudah belasan, dan rata-rata terjual diatas satu juta eksemplar. Sebutlah misalnya Raising Positive Kids in a Negative World, over the top, atau Something to smile About, yang rata-rata terjual sebanyak 1,5 juta copy.
Maka, ketika dalam salah satu bukunya Zig Ziglar menyatakan, “ Kalau Anda mempunyai satu impian, bangunlah dan kejarlah impian itu,” hampir semua orang mengangguk setuju. Sebab, keinginan yang tak pernah coba diwujudkan tak lebih dari sekedar angan yang melayang di awang-awang.
Begitu pula ketika ia menegaskan, “Dua cara yang pasti gagal : berpikir tapi tidak berbuat, atau berbuat tapi tidak pernah berpikir “ tak seorang pun yang berani membantahnya. Soalnya, “berpikir tapi tidak berbuat”tak lebih dari seorang pengkhayal sampai tibanya hari kiamat. Sebaliknya,” berbuat tapi tak pernmah berpikir “ apapula bedanyan dengan seekor tapir yang siang malam berendam di air sampai tubuhnhya menggigil ?
Tapi, ketika Zig Ziglar menorehkan kalimat, “ Politikus suka membual bahwa mereka meningkatkan ekonomi. Jelas sekali mereka tidak bisa membedakan daging sapi dan daging babi,” aku jadi mencermati dan menelaahnya berulangkali.
Apa iya, para politikus sering membual keterlaluan ? Apa iya, para politikus sukses menggombal kelewatan ? Apa iya, para politikus tak mampu membedakan mana yang halal dan mana yang haram ?
Memang, ketika masa kampanye banyak sekali politikus yang obral janji dan kemudian tak pernah ditepati. Tapi itu semua sagat bisa dimaklumi. Sebab, siapapun yang sedang mengejar tujuan, tak segan-segan membuat pernyataan yang sulit dipertanggungjawabkan, orang yang ingin meminjam, misalnya gampang sekali bilang akan mengembalikan besok, lusa atau paling lambat akhir pekan. Orang yang sedang jatuh cinta bahkan tak sungkan-sungkan memuja,” kaulah rembulan, kaulah bunga kehidupan, demi kamu aku rela mati ditabrak kereta atau truk bermuatan batubara ! ”
Tapi, ketika suatu ketika ada sejumlah anggota dewan meminta dana sebesar Rp.1 miliar untuk biaya peningkatan SDM (baca: pendidikan) mereka , aku jadi terkesima. Tampaknya, apa yang diungkapkan Zig Ziglar pada tahun 1997 itu benar adanya, ketika urusan wajib belajar sembilan tahun saja belum kelar, ketika gedung sekolah di pelosok-pelosok saja masih banyak yang tak layak, kok anggota dewan dengan enaknya menganggarkan dana sedemikian banyak untuk biaya pendidikan mereka ? Lagi pula bukankah tingkat SDM para wakil rakyat itu sudah diatas rata-rata dan bahkan tak sedikit yang sarjana ?
Itupun belum cukup. Sejumlah anggota dewan juga mengajukan anggaran untuk pembuatan pakaian dinas sebesar Rp.15 juta per orang pertahun, yang notebene lebih Rp.1 juta perbulan per orang. Sementara itu tak sedikit anak SD yang kesulitan membeli pakaian seragam sekolahnya, dan kebanyakan warga masyarakat hanya belanja pakaian sekali setahun saja bertepatan dengan Hari Raya. Pun di persimpangan jalan tak sedikit anak-anak yang menadahkan tangannya karena orangtua mereka tak berpunya. Jangankan bersekolah dan berpakaian seragam, urusan makan pun mereka tak tentu waktunya.
Karena itu, jangan salahkan jika Zig Ziglar dengan sangat keras menyatakan bahwa mereka tak bisa membedakan daging sapi dengan daging babi. Sulit memang di zaman sekarang ini membedakan mana yang halal mana yang haram, mana yang milik sendiri mana yag milik segenap penduduk negeri.
Meski demikian, aku cuma ingin bilang : itu semua gombal belaka ! Itu semua bukan soal peningkatan SDM, bukan pula soal pakaian seragam. Tapi semata soal ketidakpedulian kepada nasib sesama.***

Sumber : Almin Hatta



 WAKTU YANG TERUS BERLALU
 
Waktu adalah kekayaan sekaligus kenikmatan, karenanya jangan sampai disia-siakan.
Tanpa terasa setahun sudah waktu berlalu. Waktu satu tahun yang setara dengan 360 hari itu ternyata sedemikian singkat. Rasanya baru saja kemarin kita ramai-ramai meniup terompet menyongsong tahun baru, sekarang terompet yang sama sudah pula kita siapkan untuk menyambut kedatangannya.
Maka tak salah jika orang Arab menyatakan, waktu adalah kelebatan pedang. Begitu cepat, sedemikian tajam, sudah lewat dalam sekilatan. Tahu-tahu waktu telah berlalu dengan meninggalkan ceceran darah dan noda dimana-mana.
Benar-benar tak salah, waktu adalah kilatan pedang. Jika tak pandai mempergunakannya, maka yang didapat hanyalah guratan luka disegenap penjuru. Jika tak pandai memanfaatkannya, maka yang diperoleh tak lebih dari kekecewaan dan kerugian belaka.
Ya, sesal dan kekecewaan yang tak berkesudahan. Sebab waktu yang sudah terlanjur lewat, tak mungkin ditarik kembali. Seperti pedang yang telah ditebaskan maka yang tersisa adalah luka. Bisa luka parah yang mendatangkan kematian, bisa pula sekadar goresan yang mendatangkan kepedihan. Tapi tak ada bedanya, keduanya sama-sama menyakitkan.
Karena itu Muhammad al-Ghazali mengingatkan agar kita benar-benar mampu memanfaatkan waktu, dan jangan sampai justru waktu yang mengendalikan kita.
“ Manusia yang berakal menghadapi waktunya bagaikan orang kikir menghadapi harta bendanya,” ujarnya.
Jadi, kita diingatkan agar benar-benar semaksimal mungkin memanfaatkan tiap detik, tiap menit, tiap jam, tiap hari, tiap bulan, dan tiap tahun waktu yang terus berlalu.
Solanya, waktu yang terus berjalan adalah penysustan jatah umur kita sekalian. Seiring berlalunya waktu yang tak pernah permisi dan tak pernah mengucapakan salam perpisahan, maka umur kita yang tadinya dijatahkan lumayan panjang tanpa terasa Cuma tinggal sepersekian digerogoti waktu yang tak kenal kasihan.
Itulah sebabnya kita dianjurkan memperlakukan waktu sekikir-kirkinya dan bahkan Tuhan sendiri telah menegsakan bahwa waktu adalah kerugian. Katren itulah sebagaimana halnya al –Ghazali mengingatkan waktu harus benar-benar diirit dan dimanfaatkan semaksimal mungkin. Setiap, detik yang lewat haruslah mendatangkan keuntungan berlipat. Jadi, janganlah membuang-buang waktu percuma.
Barangkali itulah sebabnya orang Eropa dan Amerika selalu bilang waktu adalah uang, waktu adalah emas. Dan itu tak salah. Seperti halnya uang atau emas, waktu memiliki nilai tukar pada posisi sebab setiap orang cuma memilikinya dalam takaran yang sangat terbatas.
Karena itulah waktu adalah juga kekayaan sekaligus kenikmatan, terutama waktusehat yang dimanfaatkan dengan tepat dan waktu luang yang tidak dibuang-buang.***

Sumber : Almin Hatta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...