KETIDAKPEDULIAN MEREKA
Zig
Ziglar adalah sebuah nama yang sangat familiar di Amerika. Maklumlah, pimpinan
Zig Ziglar Corporation ini adalah salah seorang pengarang kenamaan. Buku
karangannya sudah belasan, dan rata-rata terjual diatas satu juta eksemplar.
Sebutlah misalnya Raising Positive Kids in a Negative World, over the top,
atau Something to smile About, yang rata-rata terjual sebanyak 1,5 juta
copy.
Maka,
ketika dalam salah satu bukunya Zig Ziglar menyatakan, “ Kalau Anda mempunyai
satu impian, bangunlah dan kejarlah impian itu,” hampir semua orang mengangguk
setuju. Sebab, keinginan yang tak pernah coba diwujudkan tak lebih dari sekedar
angan yang melayang di awang-awang.
Begitu
pula ketika ia menegaskan, “Dua cara yang pasti gagal : berpikir tapi tidak
berbuat, atau berbuat tapi tidak pernah berpikir “ tak seorang pun yang berani
membantahnya. Soalnya, “berpikir tapi tidak berbuat”tak lebih dari seorang
pengkhayal sampai tibanya hari kiamat. Sebaliknya,” berbuat tapi tak pernmah
berpikir “ apapula bedanyan dengan seekor tapir yang siang malam berendam di
air sampai tubuhnhya menggigil ?
Tapi,
ketika Zig Ziglar menorehkan kalimat, “ Politikus suka membual bahwa mereka
meningkatkan ekonomi. Jelas sekali mereka tidak bisa membedakan daging sapi dan
daging babi,” aku jadi mencermati dan menelaahnya berulangkali.
Apa
iya, para politikus sering membual keterlaluan ? Apa iya, para politikus sukses
menggombal kelewatan ? Apa iya, para politikus tak mampu membedakan mana yang
halal dan mana yang haram ?
Memang,
ketika masa kampanye banyak sekali politikus yang obral janji dan kemudian tak
pernah ditepati. Tapi itu semua sagat bisa dimaklumi. Sebab, siapapun yang
sedang mengejar tujuan, tak segan-segan membuat pernyataan yang sulit
dipertanggungjawabkan, orang yang ingin meminjam, misalnya gampang sekali
bilang akan mengembalikan besok, lusa atau paling lambat akhir pekan. Orang
yang sedang jatuh cinta bahkan tak sungkan-sungkan memuja,” kaulah rembulan,
kaulah bunga kehidupan, demi kamu aku rela mati ditabrak kereta atau truk
bermuatan batubara ! ”
Tapi,
ketika suatu ketika ada sejumlah anggota dewan meminta dana sebesar Rp.1 miliar
untuk biaya peningkatan SDM (baca: pendidikan) mereka , aku jadi terkesima.
Tampaknya, apa yang diungkapkan Zig Ziglar pada tahun 1997 itu benar adanya, ketika
urusan wajib belajar sembilan tahun saja belum kelar, ketika gedung sekolah di
pelosok-pelosok saja masih banyak yang tak layak, kok anggota dewan dengan
enaknya menganggarkan dana sedemikian banyak untuk biaya pendidikan mereka ?
Lagi pula bukankah tingkat SDM para wakil rakyat itu sudah diatas rata-rata dan
bahkan tak sedikit yang sarjana ?
Itupun
belum cukup. Sejumlah anggota dewan juga mengajukan anggaran untuk pembuatan
pakaian dinas sebesar Rp.15 juta per orang pertahun, yang notebene lebih Rp.1
juta perbulan per orang. Sementara itu tak sedikit anak SD yang kesulitan
membeli pakaian seragam sekolahnya, dan kebanyakan warga masyarakat hanya
belanja pakaian sekali setahun saja bertepatan dengan Hari Raya. Pun di
persimpangan jalan tak sedikit anak-anak yang menadahkan tangannya karena orangtua
mereka tak berpunya. Jangankan bersekolah dan berpakaian seragam, urusan makan
pun mereka tak tentu waktunya.
Karena
itu, jangan salahkan jika Zig Ziglar dengan sangat keras menyatakan bahwa
mereka tak bisa membedakan daging sapi dengan daging babi. Sulit memang di
zaman sekarang ini membedakan mana yang halal mana yang haram, mana yang milik
sendiri mana yag milik segenap penduduk negeri.
Meski
demikian, aku cuma ingin bilang : itu semua gombal belaka ! Itu semua bukan
soal peningkatan SDM, bukan pula soal pakaian seragam. Tapi semata soal
ketidakpedulian kepada nasib sesama.***
Sumber : Almin Hatta
WAKTU YANG TERUS BERLALU
Waktu
adalah kekayaan sekaligus kenikmatan, karenanya jangan sampai disia-siakan.
Tanpa
terasa setahun sudah waktu berlalu. Waktu satu tahun yang setara dengan 360
hari itu ternyata sedemikian singkat. Rasanya baru saja kemarin kita
ramai-ramai meniup terompet menyongsong tahun baru, sekarang terompet yang sama
sudah pula kita siapkan untuk menyambut kedatangannya.
Maka
tak salah jika orang Arab menyatakan, waktu adalah kelebatan pedang. Begitu
cepat, sedemikian tajam, sudah lewat dalam sekilatan. Tahu-tahu waktu telah
berlalu dengan meninggalkan ceceran darah dan noda dimana-mana.
Benar-benar
tak salah, waktu adalah kilatan pedang. Jika tak pandai mempergunakannya, maka
yang didapat hanyalah guratan luka disegenap penjuru. Jika tak pandai
memanfaatkannya, maka yang diperoleh tak lebih dari kekecewaan dan kerugian
belaka.
Ya,
sesal dan kekecewaan yang tak berkesudahan. Sebab waktu yang sudah terlanjur
lewat, tak mungkin ditarik kembali. Seperti pedang yang telah ditebaskan maka
yang tersisa adalah luka. Bisa luka parah yang mendatangkan kematian, bisa pula
sekadar goresan yang mendatangkan kepedihan. Tapi tak ada bedanya, keduanya
sama-sama menyakitkan.
Karena
itu Muhammad al-Ghazali mengingatkan agar kita benar-benar mampu memanfaatkan
waktu, dan jangan sampai justru waktu yang mengendalikan kita.
“
Manusia yang berakal menghadapi waktunya bagaikan orang kikir menghadapi harta
bendanya,” ujarnya.
Jadi,
kita diingatkan agar benar-benar semaksimal mungkin memanfaatkan tiap detik,
tiap menit, tiap jam, tiap hari, tiap bulan, dan tiap tahun waktu yang terus
berlalu.
Solanya,
waktu yang terus berjalan adalah penysustan jatah umur kita sekalian. Seiring
berlalunya waktu yang tak pernah permisi dan tak pernah mengucapakan salam
perpisahan, maka umur kita yang tadinya dijatahkan lumayan panjang tanpa terasa
Cuma tinggal sepersekian digerogoti waktu yang tak kenal kasihan.
Itulah
sebabnya kita dianjurkan memperlakukan waktu sekikir-kirkinya dan bahkan Tuhan
sendiri telah menegsakan bahwa waktu adalah kerugian. Katren itulah sebagaimana
halnya al –Ghazali mengingatkan waktu harus benar-benar diirit dan dimanfaatkan
semaksimal mungkin. Setiap, detik yang lewat haruslah mendatangkan keuntungan
berlipat. Jadi, janganlah membuang-buang waktu percuma.
Barangkali
itulah sebabnya orang Eropa dan Amerika selalu bilang waktu adalah uang, waktu
adalah emas. Dan itu tak salah. Seperti halnya uang atau emas, waktu memiliki
nilai tukar pada posisi sebab setiap orang cuma memilikinya dalam takaran yang
sangat terbatas.
Karena
itulah waktu adalah juga kekayaan sekaligus kenikmatan, terutama waktusehat
yang dimanfaatkan dengan tepat dan waktu luang yang tidak dibuang-buang.***
Sumber : Almin Hatta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar