Menengok Eks Pabrik Bata Jepang
Di HSS
Sebuah plang yang memuat gambar bendera Jepang berdiri di tepi jalan Desa Jalatang, Kecamatan Padang Batung, Kabupaten Hulu Sungai Selatan. Keberadaannya nyaris terabaikan dan terlupakan.
Hanya tulisan singkat dengan huruf kapital sekaligus sebagai informasi tertera di plang itu : DI BELAKANG GUNUNG INILAH SEJARAH LOKASI DIBANGUNNYA EX. PABRIK / INDUSTRI OLEH PENJAJAH JEPANG YANG BERMARKAS DI JALATANG (RUMAH MATBALAN) PADA TAHUN 1942 / 1943.
Plang petunjuk adanya situs bersejarah ini dibuat atas inisiatif tokoh warga setempat, saksi hidup keberadaan pabrik milik penjajah Jepang.
Ironisnya, keberadaan plang petunjuk sejarah yang dibuat dengan tujuan melestarikan peninggalan sejarah jaman pendudukan Jepang yang menjadi bagian dari alur cerita sejarah di HSS bahkan Kalimantan Selatan ini tetap saja terabaikan dari perhatian bahkan tenggelam seiring dengan perjalanan waktu.
Pabrik pengolahan batu bata yang disiapkan untuk kepentingan markas atau benteng pendudukan Jepang berusia 80-an tahun itu, seharusnya bisa dijadikan situs sejarah. Namun, sayang nyaris hilang terkubur dan ditumbuhi semak dan tanaman liar.
Eks pabrik pendudukan Jepang ini berjarak sekitar 100 meter dari plang petunjuk. Akses menuju lokasi eks pabrik batu bata Jepang berupa jalan rintisan setapak yang dikelilingi semak belukar.
Bentuk bekas pabrik pengolahan bata ini terlihat seperti lubang berbentuk seperti huruf T. Bagian tepi lubang berupa dinding beton dari bahan bata merah dengan kedalamannya yang tersisa kurang dari 2 meter.
Karena puluhan tahun tak terawat, eks pabrik Jepang ini pun jadi sarang atau liang ular.
Muas (68) atau biasa disapa Kai Abung, tokoh warga Jalatang, menceritakan setelah Jepang terusir, eks pabrik pengolahan bata tersebut tak lagi berfungsi.
” Saya ingat kalau ada binatang ternak seperti ayam, atau anjing masuk ke sekitar eks pabrik tidak pernah kembali. Mungkin mati dimangsa ular sawa atau phiton yang ada bersarang disana,” tutur Muas.
Ketika masih anak-anak, Muas bersama ayahnya, yang waktu itu menyadap karet, sering melihat orang Jepang beraktivitas di pabrik bata tersebut.
” Orang – orang yang bekerja didalamnya pun dari kalangan mereka sendiri dengan teknik pengolahan yang dirahasiakan dari orang pribumi,” kata Muas.
Karena menjadi tempat pengolahan bata, kawasan pabrik ini pun dulunya disebuat pambataan. Para pekerja Jepang ada menempati mess khusus di Jalatang sekitar 1 kilometer dari lokasi pabrik.
Rumah tersebut memiliki sebuah lonceng besar yang digunakan sebagai tanda aktivitas dimulai. Kini rumah itu juga tidak ada lagi.
Masrani (35) warga Desa Jalatang, mengaku cukup prihatin melihat keberadaan eks pabrik Jepang yang seolah tenggelam begitu saja.
” Padahal, itu merupakan peninggalan bukti sejarah pendudukan Jepang. Banyak orang tidak mengetahuinya disini. Sedang saksi hidup yang mengetahui persis cerita pabrik Jepang tersisa dua orang, Kai Rani (Riduan Syahrani) dan Kai Abung (Muas),” ujar Masrani.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) HSS, H Suriani, menyatakan bukti peninggalan yang lebih dari 50 tahun dapat dijadikan sebagai situs sejarah.
” Kalau ada eks pabrik Jepang di Jalatang dan usianya lebih dari 50 tahun dapat dijadikan situs dan kita berkoordinasi dengan pihak Balai Arkeologi Kalimantan di Banjarbaru,” ucap Suriani.
Warga berharap peninggalan sejarah ini tetap lestari sehingga generasi mendatang dapat mengetahui aktivitas di masa lalu.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar