Sabtu, 11 Oktober 2025
Foto di atas saya ambil pada hari Ahad sore, 24 November 2024 — sebuah sore yang kini terasa jauh, namun masih melekat erat di ingatan.
Waktu itu, saya dan seorang teman sekampung berangkat dari Desa Angkinang Selatan, Kecamatan Angkinang, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, menuju Nateh, Kecamatan Batang Alai Timur, Kabupaten Hulu Sungai Tengah.
Sekitar 50 kilometer jaraknya, kami tempuh dengan sepeda motor, dan saya duduk di boncengan, menikmati setiap lengkung jalan yang membawa kami kian dekat ke pelukan alam.
Nateh menyambut dengan kesejukan yang khas : deretan pegunungan biru di kejauhan, desir angin lembut dari lembah, dan gemericik air sungai yang mengalun seperti lagu alam yang menenangkan hati.
Di sini, waktu serasa melambat. Saya masih bisa mengingat jelas aroma tanah basah, hijaunya dedaunan muda, dan keramahan warga yang menyapa dengan senyum tulus tanpa basa-basi.
Ada sesuatu yang selalu membuat saya jatuh cinta pada Nateh — keteduhan alamnya, jembatan gantung yang menjadi saksi banyak perjalanan, dan suasana damai yang sulit saya temukan di tempat lain.
Saat itu, saya sempat berhenti sejenak untuk mengambil foto ini. Sebuah tanaman muda di latar depan, tumbuh tegar dengan latar pegunungan yang gagah.
Entah mengapa, ada simbol kehidupan di sana — tentang harapan, keteguhan, dan waktu yang terus berjalan. Kini, melihat kembali foto ini, hati saya seperti ditarik kembali ke sore itu. Rindu terasa menyesak.
Betapa ingin rasanya suatu hari nanti saya datang lagi ke Nateh — menelusuri jalan yang sama, menyapa alam yang sama, dan merasakan kembali kedamaian yang dulu pernah menenangkan jiwa.
Karena bagi saya, Nateh bukan sekadar tempat di peta. Ia adalah kenangan yang hidup di dada. Tempat di mana rindu selalu ingin pulang. (ahu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar