Banyak suka dan duka mangangarun
yang pernah saya alami dan rasakan sendiri, seumur hidup. Pertama mangangarun sekitar tahun 2002. Bersama
beberapa warga di Angkinang dan Pangambau.
Karena yang mencari Uwa Ambau, tetangga kampung, dimana ada keluarganya di
Handil Asang membutuhkan orang untuk menyelesaikan mangatam lahan pertaniannya yang sudah memasuki masa panen.
Untuk di Angkinang selain saya bersama ibu saya, ada juga tetangga saya
Kitut, dan Uwa Ambau sendiri. Sementara yang berasal dari Pangambau ada
beberapa orang, yang merupakan keluarga dari Uwa Ambau.
Dari Angkinang ke Gambut naik colt L-300 Hadi Pulantan yang sudah dipesan
beberapa hari sebelumnya. Semua pakaian dan barang penting lainnya, dimuat
dalam tas. Setelah mobil tiba, saya masuk, mengambil posisi di barisan
belakang. Tas dimasukkan di bagasi belakang mobil colt L-300 tersebut.
Mobil menuju ke Pangambau dulu, menjemput
beberapa orang lainnya yang bakal ikut mangangarun ke Gambut. Berjarak
sekitar 6 kilometer dari Angkinang Selatan, tempat saya tinggal.
Mangangarun itu tak memerlukan ijazah, cuma kerja keras, tahan bapanas, kuat baangkatan berat. Saya termasuk orang yang tidak memiliki tenaga kuat,
sehingga hasil mangangarun setiap
tidak banyak. Kalau yang lain, terutama Kitut yang bisa mencapai 20 balik dalam sehari, saya maksimal bisa
10 balik saja. ***
Rabu, 27 Mei 2020
Suka Duka Mangangarun ke Gambut
Kamis, 28 Mei 2020
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Aktivitas Selama di Aceh
Sabtu, 23 November 2024 Dari Diary Akhmad Husaini, Ahad (21/08/2022) Semua akan abadi setelah diposting Dugal ke blog pribadi, tentu denga...
-
Rabu, 26 Maret 2014 Plang penunjuk Makam Datu Taniran Desa Taniran Kubah Kec. Angkinang Kab. HSS Lokasi Makam D...
-
Sabtu, 30 Maret 2013 Selain ketupat dan dodol, apabila menyebut nama daerah pahuluan, khususnya Kandangan, sejurus tentu terbayang kes...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar