Minggu, 15 Juli 2012

CATATAN PERJALANAN KE LOKSADO

Minggu, 15 Juli 2012







CERITA DARI HULU BANYU



Belum lama tadi tepatnya tanggal 9 - 10 Juli 2012 saya ke Loksado. Untuk kesekian kalinya saya datang kesana. Tak bosan-bosannya menikmati keindahan alamnya.
            Kalau biasanya berdua atau bertiga, tapi kali ini berbeda. Saya datang kesana rombongan dengan rekan-rekan dari Banjarbaru. Pekerjaan rekan itu bermacam-macam. Ada fotografer, wartawan sekaligus juga sastrawan.  Rekan-rekan saya dari Banjarbaru yang ikut ke Loksado sekitar 7 orang : BDL dan seorang rekan wanitanya. Ia seorang fotografer andal. Karyanya cukup memukau para penikmat foto. Banyak nampang di jejaring sosial facebook.
            Lalu ada Sandi Firly dan Ananda dari Media Kalimantan. Sandi sudah lama saya kenal. Baik lewat karyanya maupun bertemu saat ajang ASKS (Aruh Sastra Kalimantan Selatan) yang digelar setiap tahun.
            Kemudian Randu Alamsyah. Ia wartawan Radar Banjarmasin. Sekaligus pula ”penjaga gawang” halaman sastra di media tempatnya bekerja. Karyanya yang cukup terkenal adalah novel Jazirah Cinta.
            Lalu adapula Ziyan dan Sisy. Keduanya masih asing ditelinga saya. Tapi kata rekan yang lain mereka juga penulis / sastrawan.
            Sementara teman-teman dari Kandangan yang ikut selain saya dan Rizal, juga Aliman Syahrani, Adi Lesmana (Pimpinan Hitro Computer) beserta karyawannya.
            Kemudian M. Fuad Rahman alias Kayla Untara. Yang satu ini juga seorang sastrawan. Dulu tinggal di Kandangan. Tapi kini bermukim di kota apam Barabai.
Sebelum ke Loksado Sandi, dkk beristirahat di kediaman Aliman di Tibung Raya (belakang kantor Bappeda HSS). Sempat menikmati suguhan teh manis dan semangkuk bilungka langkang atau timun suri yang sudah diiris kecil-kecil lantas ditaburi gula. Mereka juga menyaksikan aktifitas fitness yang dikelola Aliman.
            Usai shalat Dzuhur berangkat. Saya belakangan berangkat karena ada urusan di rumah.
            Hujan lebat mengguyur saat berada di perjalanan. Saya dan Rizal, teman saya yang juga ikut kesana, singgah di Taman Makam Pahlawan Pusara Bhakti Banua di Mawangi. Sementara rekan dari Banjarbaru sudah duluan berangkat ditemani Kayla Untara.
            Tiba di Loksado sekitar pukul 17.00 WITA.
            Saat saya dan Rizal tiba. Mereka asyik hunting foto di area kawasan Loksado. Bercengkerama, minum kopi di warung, dsb.
            Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Riam Barajang. Berjarak sekitar 1,5 kilometer dari Loksado. Melewati balai adat Malaris.
            Riam Barajang merupakan tempat yang menarik untuk dikunjungi. Tempat ini adalah bekas bendungan yang mirip air terjun. Bagus untuk tempat melepas lelah. Suasana terasa begitu eksotis.
            Rekan-rekan dari Banjarbaru kembali hunting foto. Terutama BDL dan rekan wanitanya. Juga Ananda dan Kayla.
            Tampak menarik saat mereka memfoto tingkah polah rekan yang lain. Saat ada yang shalat di sebuah gubuk dekat Riam Barajang. Lalu foto cahaya mentari yang membias air. Mungkin itulah momen paling bagus bagi mereka. Sayang untuk dilewatkan.
            Sebagai orang awam saya cuma jadi penikmat setia. Menyaksikan tingkah polah mereka berkreasi lewat ’lukisan cahaya’.
            Puas di Riam Barajang kami balik haluan ke Loksado. Sekaligus pulang untuk menuju tempat kediaman orangtua Aliman. Tempat kami bermalam nantinya. Melewati Tugu Proklamasi Ni’ih.  Juga jembatan gantung yang melintas di atas sungai Amandit.  Kami ke kampung kelahiran Aliman Syahrani, kampung Datar Belimbing / Hulu Banyu. Tiba disana hari sudah gelap. Istirahat sebentar lalu shalat Maghrib di Langgar Baiturrahim.
            Kami membuat tenda / kemah dari terpal di tepi sungai yang berpasir. Jaraknya sekitar 200 meter dari rumah orangtua Aliman. Tas, barang-barang bawaan lainnya kami letakkan di rumah Aliman. Sementara sepeda motor kami letakkan di samping rumah. Malam-malam membuat tenda dengan bercahayakan lampu sepeda motor. Juga lampu sinter. Di tengah hujan membuat tenda seadanya. Asal kawa gasan bataduh wan barabah. Melepas penat.
            Di tengah gelap dan hujan gerimis kami bahu-membahu membangun tenda sederhana. Walau sudah pakai jaket badan tetap tak bisa menampung air hujan. Setelah selesai kami kembali ke rumah Aliman untuk makan malam dan menunggu hujan reda.
            Apa saja yang dikerjakan saat malam berada di Hulu Banyu ? Main domino, bakar jagung dan ubi kayu, main gitar. Selain keperluan utama rekan-rekan dari Banjarbaru adalah hunting foto dan mencari inspirasi.
            Suasana hujan sedikit mengganggu rencana. Tapi kami tetap bersyukur bisa tiba dan menikmati suasana desa di pegunungan Meratus dengan hati damai. Tidur saya sedikit terganggu. Dingin merasuk. Untuk mengusir hawa dingin saya memakai sarung yang tanggung manfaatnya. Menutup bagian atas / muka sementara bagian bawah terbuka. Akibatnya kaki terasa gatal digigit nyamuk selain rasa dingin.
            Pengalaman lain tatkala makan malam tanpa air minum. Karena saya malu minta lantas kasangkalan. Sementara nasi terus saya suap.
            Menghabiskan malam dengan api unggun. Ditingkahi dengan suara binatang malam. Juga musik dar HP untuk menghibur malam.
            Saya membantu membakar jagung. Sementara teman-teman di tenda asyik main gaplek alias badum. Disamping saya ada Sandi Firly ikut juga membakar jagung. Jagung tersebut dibeli sebelum berangkat ke Loksado di Pasar Kandangan. Sandi nanya apakah ada garam. Saya bilang tidak ada. Memakan jagung bakar dengan bumbu mie instan begitu nikmatnya. Dingin terus merasuk tubuh.
Pagi Selasa BDL bagi-bagi buku kepada lima anak Hulu Banyu yang kebetulan menyaksikan kami berkemah. Juga BDL memotret sepasang suami isteri lansia yang mau menyeberang sungai naik rakit bambu untuk pergi ke kebun ngambil sayuran.
Randu bercerita tentang seorang sastrawan senior Banjarbaru kala acara bersama Andi F Noya dan Andrea Hirata berucap ” Bukan seorang penulis tapi suka menulis. Tidak suka membaca tapi jarang membaca” Randu bercerita sambil tertawa bergelak.
            Siangnya kami ke objek wisata Air Panas Tanuhi. Tapi suasananya lengang. Masuk tanpa karcis. Tapi parkir motor tetap bayar. Menikmati hangatnya air panas Tanuhi. Saya cuma merendam kaki. Yang lain mandi. Disini kembali rekan fotografer beraksi.
            Inilah sedikit kisah perjalanan saya bersama rekan-rekan dari Banjarbaru. Ajang pertemuan pertemanan sastrawan muda Kalsel dari dua kota : Kandangan dan Banjarbaru. Mungkin  kegiatan seperti ini lebih diintensifkan lagi diadakan. Semoga akan dapat terus berlangsung.

Kandangan – Loksado, 9-10 Juli 2012
           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Puisi AHU : Watak Simbol Intonasi Perangai Jingga

 Jumat, 22 Maret 2024 Cerita guramang alasan manis kian sinis watak simbolis kehendak penawar lara senarai kehendak intim suara nurani ego k...