Kamis, 03 Maret 2016

Esai Almin Hatta : Kaya

Jum'at, 4 Maret 2016


Siapakah sebenarnya orang yang benar-benar kaya di antara kita?



DALAM sebuah bukunya, KH Mustofa Bisri bercerita tentang dua kakak-beradik yang nasibnya jauh berbeda. Peruntungan dua bersaudara ini teramat jomplang.



Bagaikan matahari dengan rembulan, bak siang dengan malam, tak ada sama sekali persamaan. Yang kakak kaya raya, tapi yang adik miskin tak terkira.



Anehnya, si adik justru selalu memberikan apa saja yang dimilikinya jika kebetulan ada orang lain yang lebih membutuhkannya. Sedangkan si kakak tak pernah memberikan apa-apa kepada orang lain dan bahkan selalu merasa dirinya belum cukup kaya.



Suatu hari si adik datang dengan teramat geram. “Abang ini benar-benar keterlaluan. Aku, adikmu yang melarat ini, tak pernah kau perhatikan. Jangankan diberi bantuan cuma-cuma berupa sandang pangan, dipinjami uang untuk modal berdagang pun tak pernah abang lakukan. Terus terang, belum pernah aku melihat orang sekikir abang,” ujarnya dengan nada berang.



Tapi si abang malah menjawab dengan tenang. “Kau yang keterlaluan, menuduh aku yang bukan-bukan. Aku tidak kaya seperti yang kau kira, juga tidak pelit sebagaimana yang kau duga,” ujarnya.



Setelah itu, sambil tersenyum penuh kemenangan, si kakak menyatakan, jika ia punya kekayaan sampai Rp 1 miliar (ukuran kaya belasan tahun silam, pen) maka yang separonya akan diberikannya kepada adiknya.



“Percayalah, kamu pasti aku beri sebanyak setengah miliar. Coba, bagaimana mungkin kau bisa menuduh orang yang memberimu sebanyak setengah miliar sebagai orang yang kikir,” katanya sambil tertawa.



Si adik tentu saja tak mampu lagi berkata. Ia lantas pamit sambil menggerutu di dalam hatinya yang paling dalam. “Dasar pelit tak ketulungan, mau memberi saja menunggu sampai kaya raya tak terkira,” batinnya.  


***

Kisah di atas mengingatkan saya kepada seorang janda yang sehari-hari hidup menderita. Hampir tiap hari ia meminjam uang kepada para tetangganya, sekadar untuk membeli ikan dan beras satu dua kilogram.



Padahal, kakak sulungnya seorang doktor dan pejabat ternama di pusat pemerintahan sana. Memang si kakak ini belum bisa disebut kaya raya, tapi sekadar membantu menghidupi seorang adik yang kebetulan menjanda apalah susahnya?



Tapi itu tentunya cuma satu contoh kasus saja. Sebab, di sekeliling kita tak sedikit orang yang bersikap serupa. Jangankan menolong lain orang, membantu keluarga sendiri saja selalu penuh perhitungan.



Bahkan sering menyalahkan bahwa keluarga yang kesusahan itu memang salahnya seorang, tak gigih menimba pengetahuan dan tak penuh semangat melakukan pekerjaan. Bahkan, ada yang tega menyebut kemiskinan seseorang karena kemalasan.



Soalnya adalah, kebanyakan orang baru merasa berkewajiban membantu sesama jika merasa dirinya sudah benar-benar kaya. Celakannya, kebanyakan orang baru merasa benar-benar kaya jika sudah punya rumah mewah seperti istana, punya mobil lima buah, dan punya tabungan bermiliar-miliar rupiah.



Padahal, sejatinya, orang yang benar-benar kaya adalah orang yang mampu membantu apa saja kepada orang yang benar-benar memerlukan pertolongan. Itu saja, sederhana.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Area Halaman Belakang MTsN 3 HSS Kamis Pagi

 Ahad, 24 November 2024 Beginilah suasana di area halaman belakang Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), yang ada d...