Senin, 12 Desember 2016

Berjaya dengan Terasi Sungsang

Selasa, 13 Desember 2016


Nasir


Oleh : Rhama Purna Jati

Nasir (39) tahu betul susahnya jadi nelayan. Meski telah bekerja keras, hasil yang diperoleh sering kali sangat minim. Suatu hari ia melirik usaha pengolahan terasi. Lewat bumbu penyedap beraroma tajam itu, ia mengubah nasibnya dan sejumlah nelayan di sekitarnya.
Aroma terasi udang yang menyengat tercium di seantero rumah Nasir di Dusun Sei Sembilang, Desa Sungsang, Kecamatan Banyuasin II, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, Sabtu (26/11/2016).

Hari itu, Nasir bersama tujuh karyawannya tengah mengaduk adonan terasi di atas terpal besar. Karyawan lainnya menggiling olahan terasi atau memasok udang yang telah dicuci untuk ditumbuk. Semua orang tampak sibuk dengan pekerjaannya masing-masing.

Sebelum menjadi pembuat terasi, laki-laki berusia 39 tahun itu seorang nelayan. Bahkan, ia telah berlayar di kawasan Sei Sembilang untuk mencari udang sejak berusia 15 tahun. Selama menjadi nelayan, ia mengaku pendapatannya sangat minim.

"Sehari saya dapat Rp 10.000-Rp 15.000, bahkan tidak jarang pulang tanpa hasil," ujar pria yang tidak mengenyam pendidikan formal ini.

Seperti warga lainnya di Dusun Sei Sembilang, Nasir tetap menjalani profesi nelayan lantaran mereka tidak bisa menggeluti pekerjaan lainnya. "Zaman dulu tidak ada sekolah, jadi anak-anak hanya memiliki kemampuan untuk mencari ikan," katanya.

Pada 2008, ia kedatangan seorang pengepul terasi dari Pangkal Pinang, Bangka Belitung. Ia mengajak Nasir bekerja sama untuk mengolah terasi. Ajakan itu langsung disambut Nasir, apalagi pekerjaan mengolah terasi bukan hal asing baginya. Dulu, hampir semua anggota keluarga besar Nasir adalah pembuat terasi. Namun, mereka tidak memiliki metode khusus untuk membuat terasi yang berkualitas tinggi.

Nasir pun belajar dari awal bagaimana membuat terasi udang yang berkualitas. Berkali-kali ia berusaha, berkali-kali pula gagal. Ia, misalnya, terlalu banyak mencampurkan garam sehingga terasi yang dihasilkan tidak padat. Ia juga belum menemukan proses penjemuran yang tepat sehingga olahan terasi cepat basi.

Meski begitu, ia tetap nekat menjalankan usaha ini sambil terus belajar dari kegagalan. Setelah empat tahun belajar dan bereksperimen, pada 2012 ia menemukan racikan bahan dan metode pembuatan terasi yang tepat.

"Untuk menghasilkan terasi yang bagus, ternyata proses pencampuran garam dan udang harus seimbang," ujarnya.

Selain itu, udang yang digunakan harus segar dengan komposisi 50 kilogram udang dicampur dengan 10 kilogram garam. Proses pencampuran, penjemuran, dan penumbuk-an juga harus diperhatikan betul.

Terasi harus dijemur selama lima jam dengan suhu yang sesuai. Saat dijemur, jangan sampai olahan terasi tercampur dengan air hujan.

Proses pencucian udang harus menggunakan air asin sehingga nantinya campuran olahan udang dan garam tidak rusak. Apabila olahan terasi tercampur air hujan, maka te-rasi harus ditumbuk sehingga uap air hujan dapat dikurangi.

"Penumbukan pun harus dilakukan dengan metode khusus sehingga rasa khas terasi tidak hilang," ujarnya. Yang terpenting adalah terasi sama sekali tidak boleh menggunakan bahan pengawet.

Dengan racikan dan pengolahan yang tepat, terasi buatan Nasir dikenal lezat sehingga digemari banyak orang. Terasi buatannya dipasarkan di Pangkal Pinang, Palembang, hingga Jakarta. Bahkan, pengusaha dari Arab Saudi sudah menawarkan untuk bekerja sama. Namun, perusahaan itu meminta agar ada sertifikat halal pada produk terasi buatan Nasir.

"Saat ini, saya sudah dalam proses mengajukan (sertifikat halal) ke Majelis Ulama Indonesia," ucapnya.

Saat ini, Nasir memproduksi setidaknya 3 ton terasi setiap hari. Dengan produksi sebesar itu, dia menyerap udang dari nelayan sekitar 6 ton per hari. Nasir biasanya membeli udang dari nelayan seharga Rp 10.000 sampai Rp 12.000 per kilogram. Setelah diolah menjadi terasi, ia menjual ke pasar seharga Rp 35.000 per kilogram.

"Dari hasil memproduksi terasi udang, saya bisa membeli kapal dan menyekolahkan kedua anak saya," tambah Nasir dengan nada bangga.

Merangkul Nelayan
Nasir
Lahir:
Sungsang II, 4 April 1977
Istri:
Wulandari (20)
Anak:
Julita (9), Patan (8)

Nasir tidak mau sejahtera sendirian. Karena itu, ia merangkul nelayan di dusunnya dalam rantai produksi terasi udang. Ia bersedia menampung semua udang yang dipasok nelayan dari daerah Sei Sembilang, Sungsang, dan sekitarnya.
"Berapa pun udang yang nelayan dapatkan akan saya serap," katanya.

Dengan cara itu, kata Nasir, target produksi akan terjamin. Selain itu, nelayan senang karena udang yang mereka tangkap sudah pasti ada pembelinya. "Saat ini, sudah ada 12 nelayan yang bermitra dengan saya sebagai penyalur udang. Ini belum termasuk nelayan yang datang dari tempat lain," katanya.

Nelayan yang bermitra dengan Nasir memperoleh penghasilan sekitar Rp 200.000 sampai Rp 300.000 per hari. Namun, saat ini, ujar Nasir, pasokan udang dari nelayan berkurang lantaran cuaca buruk dan embusan angin barat. Biasanya, pada Desember sampai April, ketersediaan udang menurun. Kondisi baru akan membaik pada April.

"Selama tidak ada bahan baku, ya, kami berhenti berproduksi," katanya.

Untuk mengantisipasi masa paceklik bahan baku, Nasir meningkatkan produksi terasi saat pasokan udang melimpah. Nasir tidak takut terasinya akan busuk. Menurut dia, jika terasi dikelola dengan baik, waktu kedaluwarsanya akan lama. "Te-rasi yang saya buat dapat bertahan hingga enam bulan," ujarnya.

Selain menyerap pasokan udang, Nasir juga merekrut pekerja dari kalangan nelayan agar mereka memiliki penghasilan tambahan selain dari mencari udang atau ikan di laut.

Nasir tidak pelit berbagi ilmu membuat terasi kepada para pekerjanya. Ia bahkan mendorong mereka untuk membuka usaha pengolahan terasi sendiri sehingga bisa diajak bekerja sama memasok terasi ke sejumlah daerah.

Kepala Dusun 5 Desa Sungsang, Banyuasin, Yunan Alwi mengatakan, usaha pengolahan terasi buatan Nasir sejauh ini cukup membantu para nelayan di desa itu. Dia berharap, usaha terasi itu terus berkembang dan melibatkan lebih banyak nelayan.

Nama Banyuasin
Meski Nasir membuat terasi di Dusun Sei Sembilang, Banyuasin, te-rasi buatannya di pasar dikenal sebagai terasi bangka. Pasalnya, hingga sekarang terasi olahannya dikemas di Bangka Belitung.

"Terasi udang memang berasal dari Banyuasin, tetapi pengemasan ada di Bangka. Tidak heran terasi yang dikenal adalah terasi bangka, bukan terasi banyuasin," tuturnya.

Kini, Nasir berupaya agar pengemasan terasi dilakukan di Banyuasin. Beberapa waktu lalu, katanya, sejumlah petugas dari berbagai instansi terkait seperti Balai Pengawasan Obat dan Makanan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banyuasin datang ke pabriknya.
"Mereka siap membantu agar terasi yang saya buat membawa nama Kabupaten Banyuasin," ujarnya.

Terasi buatan Nasir di pasaran diberi merek Terasi Toboali. Dengan dorongan banyak pihak, ia sedang berupaya mengubah merek Terasi Toboali menjadi Terasi Banyuasin.

Jika itu terjadi, diharapkan terasi buatan Nasir bisa mengangkat nama Banyuasin. Keuntungan turunannya adalah konsumen yang memesan te-rasi langsung ke Sei Sembilang akan semakin banyak.

"Saya harap proses penggantian nama terasi ini dapat terjadi paling lama pertengahan tahun depan," kata Nasir.

Lewat terasi, Nasir bisa mengangkat taraf hidupnya dan memberikan rezeki kepada nelayan sekitarnya. ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kran Air Penunjang Kegiatan Ibadah di MTsN 3 HSS

 Sabtu, 22 November 2025 Kran air untuk penunjang kegiatan ibadah di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), berlokas...