Sabtu, 17 Mei 2014
Oleh: HE. Benyamine
“Mesjid Taqwa sudah berubah menjadi mesjid megah, gedung Ramu (Rakat Mufakat) musnah, sekarang pasar mau ‘disulap’. Mana bangunan kuno yang dapat dibanggakan keasliannya di HSS?”. (08123014xxx) (Interaktif Sinar Kalimantan, 2 Maret 2009: 13).
Pesan di atas nampak menunjukkan suatu kekhawatiran dan kegelisahan
tentang rekam jejak Kota Kandangan, yang satu persatu ditelan oleh
ketidakpedulian pengambil kebijakan daerah tersebut terhadap sejarah
kotanya. Berdasarkan alasan pembangunan, berbagai peninggalan
bersejarah, dinyatakan sudah tidak layak lagi untuk dipertahankan.
Kemodernan yang naif dan atas nama pembangunan yang merusak dan
cenderung tidak bergerak maju.
Pemkab HSS sudah memutuskan untuk membongkar bangunan kuno pasar Los
Batu Kandangan, dengan alasan sudah tidak layak dan dapat membahayakan
warga yang beraktivitas di pasar tersebut. Bangunannya sudah dianggap
terlalu tua untuk terus dipertahankan, dan juga kepadatan manusia yang
bertransaksi membuat pasar menjadi terlihat rapuh, kumuh, dan jorok
serta sudah melebihi daya tampung yang wajar.
Pasar Los Batu Kandangan ini oleh Pemkab HSS hanya dipandang dari
segi fisik bangunannya, sedangkan nilai sejarah bangunannya tidak
dipandang sebagai cukup bernilai sejarah yang patut dipertahankan.
Padahal, pasar tersebut sejak berdiri tidak mengalami perubahan yang
sangat berarti dalam hal arsitektur dan dindingnya, hanya atap yang
berubah dari sirap digantikan seng karena akibat kebakaran besar pada
tahun 1952 dan 1984. Beberapa sumber mengatakan bahwa dinding bangunan
tersebut terbuat dari batu yang diperlakukan secara khusus; disikat dan
dibersihkan agar daya tempelnya kuat.
Sebenarnya, pasar Los Batu Kandangan mempunyai sejarah yang sangat
bernilai bagi masyarakat Kandangan dan Banua Anam, karena saat
pembangunannya oleh Belanda terlalu banyak hal yang dialami oleh
masyarakat saat itu, tak terkecuali berbagai pengorbanan yang harus
diikhlaskan masyarakat yang hidup saat itu. Misalnya, pemidahan kuburan
dan langgar, dan masih menyisakan satu kuburan Habib (meninggalnya:
1893) yang dibiarkan berada dalam kawasan perbelanjaan tersebut.
Bertahannya kuburan Habib, yang dikeramatkan, menunjukkan suatu bentuk
perlawanan dan kepahlawanan yeng mengiringi pembangunan pasar tersebut.
Pembokaran pasar Los Batu Kandangan memberikan suatu gambaran tentang
sikap dan tindakan elit kekuasaan di HSS saat ini, yang cenderung tidak
berpikiran panjang dan maju. Menurut Bupati HSS (Sinar Kalimantan, 2
Maret 2009: 1 dan 7), yang mengakui bahwa pasar tersebut bernilai
sejarah, dan juga sudah mempertimbangkan dengan sangat matang, pilihan
membongkar karena berdasarkan azaz manfaat bagi masyarakat. Ia
menyatakan tidak ada gunanya mempertahankan bangunan pasar Los Batu
Kandangan saat ini, apalagi Pasar Los Batu tidak termasuk kategori yang
perlu dilestarikan, yang tidak dapat maksimal dimanfaatkan oleh pedagang
dan masyarakat. Pertimbangan tersebut sangat abai sejarah dan tidak
bisa dibiarkan saja oleh masyarakat HSS.
Berdasarkan pertimbangan azaz manfaat dan pedagang kian banyak yang
menyebabkan areal pasar sempit dan terlihat kumuh, maka pembongkaran
menjadi keharusan atas nama pembangunan, dengan rencana mengganti dengan
bangunan bertingkat tiga yang lebih modern, jelas terlihat para elit
kekuasaan di HSS berpandangan sangat meterialistis dan pragmatis. Apakah
pada saat bangunan berlantai tiga yang modern tersebut semakin padat
melebihi kapasitasnya maka akan dibongkar kembali dan digantikan dengan
bangunan berlantai sepuluh yang lebih modern? Di sini jelas terlihat
bagaimana cara berpikir elit kekuasaan yang cenderung mengabaikan suatu
sistem manajemen pasar, sudah tahu melebihi kapasitas, masih saja tidak
dipikirkan untuk membangun pasar yang baru, tapi malah ingin membongkar
pasar bersejarah tersebut.
Pertambahan penduduk jelas membutuhkan pertambahan berbagai sarana
dan prasarana, diantaranya pasar, sehingga tidak terjadi konsentrasi
yang semakin padat pada satu titik; pasar Los Batu Kandangan misalnya.
Hal ini dapat mengatasnamakan pembangunan, karena pembangunan pasar dan
pusat perdagangan baru merupakan suatu upaya pemerataan pembangunan dan
penyebaran aktivitas masyarakat. Pembangunan pasar baru menunjukkan
adanya suatu gerak kemajuan dan memberdayakan aktivitas ekonomi baru.
Oleh karena itu, pertimbangan Pemkab HSS untuk membongkar bangunan
pasar Los Batu Kandangan dapat dikatakan sebagai suatu pertimbangan
ekonomi dan lokasi strategis semata, yang tidak memperlihatkan suatu
upaya pembangunan di HSS. Malah lebih cenderung hanya untuk kepentingan
segelintir orang, dan memberikan azas manfaat yang maksimal bagi
mereka. Meremehkan Pertimbangan sejarah dan dianggap tidak terlalu
bermanfaat adalah pertimbangan yang tidak sadar sejarah dan menghargai
generasi terdahulu.
Jadi, Pemkab HSS selayak dan sepatutnya mempertimbangkan kembali
pembokaran bangunan bersejarah pasar Los Batu Kandangan dan
menggantikannya dengan bangunan yang dinyatakan lebih modern tersebut.
Pertimbangan azaz manfaat saja sangat menghinakan suatu cara berpikir
elit kekuasaan di HSS, karena nilai sejarah jauh lebih memiliki azaz
manfaat yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat HSS dan Banua Anam.
Bangunan bersejarah menjadi saksi tentang perjalanan hidup dan
kehidupan generasi sebelumnya.
Dan, seandainya elit kekusaan HSS saat ini ingin meninggalkan suatu
bangunan yang dapat dianggap bersejarah dikemudian hari sebagai suatu
eksistensi kekuasaannya maka membangunlah pasar baru dan membiarkan
pasar Los Batu Kandangan untuk tetap dipertahankan sesuai arsitekturnya
saat dibangun. Belanda saja bisa membangun pasar Los Batu Kandangan dan
berdiri hingga saat ini, masa Pemkab HSS tidak sanggup membangun pasar
baru. Mungkin, Pemkab HSS dapat melakukan perbaikan bagian-bagian yang
rapuh dan menerapkan sistem pengelolaan pasar yang modern di pasar yang
bernilai sejarah tersebut. Masyarakat HSS (dan sekitarnya) sudah saatnya
tidak membiarkan elit kekuasaan mengabaikan hasil karya yang bernilai
sejarah yang ada di HSS.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar