Minggu, 02 Oktober 2016

Menjaga Hutan Bagai Rumah Sendiri

Senin, 3 Oktober 2016



Agusdin


Oleh : Lukas Adi Prasetya



Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, beruntung punya Hutan Lindung Sungai Wain seluas hampir 10.000 hektar. Namun, banyak orang yang mengincar kayu dan satwa di hutan itu. Setiap saat, api juga bisa menghanguskan paru-paru wilayah kota itu. Agusdin (45) jungkir balik menghadapi semuanya.



Agusdin adalah Wakil Manajer Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) Balikpapan. Saat ditemui Kompas di kantornya di Balikpapan, pertengahan Juli lalu, dia menunjukkan sebuah kotak karton berisi 15 benda bulat seukuran bola pingpong yang biasa disebut "bom babi".



"Ini bom rakitan sederhana. Berbahaya jika sampai termakan binatang. Tujuan sebenarnya mematikan babi hutan, tapi semua binatang terancam," ujarnya.



Dia ambil lagi satu kantong berisi setumpuk tali nilon untuk menjerat binatang. Itu hanya contoh dari total 205 tali nilon yang dia temukan. Semua itu hasil "buruan" Agusdin bersama timnya saat keluar-masuk HLSW pada Januari-Juli lalu.



Saat berpatroli, Agusdin juga menemukan lima bangkai binatang, yaitu babi hutan, ayam hutan, rusa sambar, landak, dan kijang kuning. Ada pula tiga tempat intai satwa, berupa papan-papan kayu, di atas pohon, yang hanya berjarak 300 meter dari tepi hutan.



Agusdin masih kerap mendengar dentuman bom babi. Satu dentuman bisa berarti satu satwa mati. Namun, karena hutan itu luas, sulit melacak sumber suara bom tersebut.



HLSW kaya keanekaragaman fauna, termasuk satwa dilindungi, seperti orangutan, beruang madu, macan dahan, bekantan, dan rusa sambar. Berstatus sebagai hutan lindung, kawasan ini semestinya steril dari perburuan. Namun, kenyataannya tidak.



Tanpa dijarah pun, HLSW sudah menghadapi ancaman serius, yakni kebakaran. Tahun 1996-1997, kemarau berkepanjangan akibat El Nino menghanguskan 6.000-an hektar atau 60 persen total areal hutan. Ini adalah kebakaran terdahsyat hutan tersebut. Tahun 2015 lalu, 900 hektar kawasan itu juga dilahap api.



Agusdin, yang memimpin Tim Serbu Api dengan anggota para relawan, berjibaku di hutan. Setelah pemadaman, pekerjaan belum usai karena lapisan batubara dalam tanah masih terbakar. Asap putih terlihat dari sela-sela rekahan tanah. Titik asap itu bisa menjadi api permukaan jika terpicu cuaca panas. Kondisi itu mesti dipantau setiap hari.



Asisten peneliti

Hubungan Agusdin dengan HLSW berawal tahun 1996 saat menjadi asisten peneliti di Tropenbos Indonesia, lembaga nirlaba yang peduli hutan. Fokus waktu itu sebenarnya konservasi orangutan.



Selang setahun, kebakaran besar melanda HLSW. Agusdin bersama relawan memadamkan api. Kemampuan lapangannya pun terasah. Ia juga kian mengenal keunikan hutan ini, yaitu menyimpan lapisan batubara di dalam tanah yang mudah terbakar. Sewaktu-waktu, bara itu bisa membakar hutan.



Ancaman lain datang saat penjarah dan pemburu memanfaatkan kebakaran sebagai akses masuk ke hutan. Mereka mengambil apa saja yang bisa diuangkan, terutama kayu atau satwa. Agusdin nyaris setiap hari masuk hutan untuk razia.



"Tapi, penjarah seperti datang dari mana-mana. Gergaji mesin terdengar di sana-sini. Pemburu satwa sampai pencari kayu gaharu seperti gantian saja masuk ke hutan," katanya.



Ia menyadari keterbatasannya untuk memonitor HLSW yang memiliki panjang keliling hampir 50 kilometer. Dia pun mulai memikirkan manajemen pemantauan kebakaran hutan. Saat itu, tahun 1998, dia menjabat Koordinator Pemantauan HLSW di Tropenbos.



AGUSDIN

Lahir :

Balikpapan, 9 Februari 1971

Istri:

Nur Aisah (41)

Anak :

Putri Amanda (21) dan Ramadhana Septian (12)

Penghargaan:

Warga Kota Balikpapan Berprestasi 2001 dalam Penyelamatan HLSW

Kaltim Post Award 2002

Kalpataru 2006 kategori Pengabdi Lingkungan

Satyalencana Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup 2015

Tokoh Lingkungan Hidup Kaltim 2016

Pendidikan:

SD International Timber Corporation Indonesia (ITCI) Balikpapan

SMP ITCI

SMA ITCI



Agusdin lantas membentuk Tim Serbu Api dengan 30 anggota. Mereka dilatih untuk memadamkan api, menangani satwa, membuat sekat bakar, hingga melakukan evakuasi. Sebagian anggota tim masih bertahan hingga sekarang. Beberapa personel yang "pensiun" meneruskan estafet kepada salah satu anggota keluarganya.



Ibarat komandan pasukan, Agusdin punya tim yang loyal dan selalu siaga. "Mereka warga sekitar ini, bergabung atas kesadaran sendiri. Semi relawan," ujarnya.



Puluhan titik api batubara setelah kebakaran HLSW tahun 1996-1997 sudah dipadamkan Agusdin bersama timnya hingga api terakhir tahun 2002. Di sisi lain, Pemerintah Kota Balikpapan mulai menyusun Raperda Pengelolaan HLSW dan rencana pembentukan Badan Pengelola (BP) HLSW.



Agusdin tetap melanjutkan "ronda" untuk menghadang para penjarah mengangkut kayu. Dia mencoba cara unik, yaitu memaku pohon-pohon dengan paku sepanjang 15-20 sentimeter. Setelah menancap penuh ke pohon, kepala paku dipotong dan bekas-bekas lubangnya ditutup silikon sehingga tidak kelihatan.



"Begitu kena paku itu, gergaji mesin akan rusak. Biar mereka tahu rasa," ucapnya. Seingat dia, selama 2000-2001, lebih dari 500 pohon sudah dipaku.



Tahun 2002, terbentuk BP HLSW. Agusdin bergabung di lembaga itu sebagai Koordinator Pengamanan dan Konservasi Kawasan, lantas menjadi Koordinator Litbang dan Ekowisata Pendidikan Lingkungan Hidup.



Awal tahun 2016, kewenangan pengelolaan HLSW dibagi dua. Areal hutan primer, termasuk areal bekas kebakaran, diserahkan kepada Yayasan Pro Natura. Pengelolaan areal hutan seluas 1.400 hektar yang telanjur beralih fungsi, dan sudah ditetapkan sebagai hutan kemasyarakatan, berada di bawah kendali BP. Agusdin dipercaya sebagai Wakil Manajer Pengelola HLSW Yayasan Pro Natura.



Agusdin getol menjaga hutan seperti menjaga rumah sendiri. Hutan sudah menjadi rumah kedua baginya. Dengan semua kerja keras tersebut, lelaki itu memperoleh beberapa penghargaan. Salah satunya, Satyalencana Pembangunan Bidang Lingkungan Hidup 2015.



Ancaman

Perjalanan Agusdin tak lepas dari ancaman dan risiko. Juli lalu, misalnya, salah satu pos pengamanan HLSW hampir terbakar. Itu terjadi beberapa hari setelah timnya menghentikan seorang warga yang tengah mengangkut kayu.



Beberapa tahun lalu, Agusdin dan timnya pernah bertemu seekor beruang madu (Helarctos malayanus) yang kukunya tersangkut jerat nilon. Namun, tak mudah untuk melepaskan binatang itu dari jeratan. Beruang berumur 5-6 tahun itu jauh lebih bertenaga ketimbang manusia.



Kukunya pun sangat tajam

Agusdin minta timnya menyingkir sejenak agar binatang itu tak terlalu panik. Salah satu anggota tim memancing perhatian satwa itu dari depan, sementara dia mengambil posisi di belakang. Begitu dapat kesempatan, dia cepat membekap beruang dari belakang dengan pelindung kain terpal. Sekuat tenaga dia menahan binatang itu sampai jerat nilon dipotong, baru kemudian melepaskannya.



Agusdin paham, menjaga HLSW memang berisiko. Namun, ia mengambil risiko itu demi menjaga hutan tetap lestari. "Saya bekerja dengan hati. Apa yang saya lakukan ini benar," ujarnya.



Sembari menjaga hutan, dia juga pasang target jangka pendek untuk dirinya sendiri. "Saya mau menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Balikpapan. Tahun ini mesti lulus," katanya seraya tertawa.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rusdianyah Bersiap Mengikuti Kejuaraan Atletik di Kandangan

 Sabtu, 27 September 2025 Rusdiansyah, siswa Kelas IX Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Hulu Sungai Selatan (HSS), bersiap mengikuti Kejua...