Kamis (9/10/2014) pagi saya ke
Loksado. Rencananya ingin survei tempat untuk lokasi pembuatan sinetron lokal
Hulu Sungai Selatan (HSS). Yang mengangkat tema seni budaya HSS. Berangkat
sekitar pukul 09.00 WITA dari rumah saya di Angkinang. Sebelumnya ke sekolah
minta izin. Bersama Rahman Alack, teman saya, kami berangkat lewat Telaga
Langsat terus ke Ambutun dan Padang Batung. Dengan sepeda motor Supra Fit
kesayangan saya yang teramat gararakan
bila melewati jalan rusak. Karena tak punya tas kami memakai kantungan plastik untuk membuat pakaian
ganti dan handuk yang nanti digunakan saat mandi di tempat yang dituju.
Sebenarnya rencana ke Loksado
tiba-tiba saja. Ketika Rahman sehari sebelumnya mengajukan rencana ingin ke
Loksado karena seumuran belum pernah kesana. Ia ingin mengajukan rencana kesana
saat tanggal muda saja. Agar ada sangu
setelah gajian. Tapi saya tak ingin berlama-lama. Karena saya rindu ke Loksado.
Hampir beberapa bulan tak kesana lagi.
Kabut asap menemani perjalanan kami.
Mata saya terasa pedih. Rahman juga mengaku tidak enak badan. Andai saat itu
ada masker kami tentu akan memakainya. Di Mawangi singgah beli bensin dan Sprite. Sekaligus ganti posisi
mengendarai sepeda motor. Sebelumnya saya yang bawa. Kini di jalur gunung
Rahman yang bawa. Selama perjalanan kami disuguhi pemandangan berbeda di kiri
kanan jalan. Ada bekas lahan terbakar luas sekali. Mungkin sudah beberapa
minggu atau bulanan sudah dilakukan warga. Dengan tujuan mudah membuka lahan
yang akan ditanami padi gunung atau tanaman lain.
Kami menemui banyak tulisan
dipinggir jalan yang berhubungan dengan Loksado. Seperti Bale Kanyang salah
satu nama rumah makan. Lalu juga menemui pembangunan jembatan besar yang
melintasi jurang yang kerap terjadi longsor.
Selain itu tiba di Loksado kami
temui jembatan gantung yang rusak masih belum ada perubahan. Tapi sudah ada
rencana untuk menggantinya dengan jembatan beton. Itu terlihat dari banyaknya
tumpukan material bahan untuk jembatan tersebut. Juga para pekerjanya yang
mulai bekerja.
Riam Hanai kami datangi. Tempat itu
dapat dijangkau dengan mudah lewat Desa Malaris. Namun jalan yang rusak amat
mengganggu perjalanan kali ini. Saat di Riam Hanai ada pengunjung lain sebanyak
empat orang. Saat ditanya mereka mengaku berasal dari Seruyan, Kalimantan
Tengah. Baru pertama kali datang kesana. Kami sempat foto-foto diatas air
terjun. Kami juga mandi menikmati dinginnya air Pegunungan Meratus tersebut.
Hampir sejam berada disana kami kemudian beranjak ingin meneruskan ke tempat
lain.
Tiba-tiba sebuah insiden kecil
terjadi. Sepeda motor saya yang dibawa Rahman terjatuh di jembatan yang tak
jauh dari lokasi air terjun Riam Hanai. Saat itu saya berjalan lebih dulu di
depan. Ketika melihat ke belakang ada suara berdebug saya balik arah. Ternyata
Rahman terjatuh dari atas jembatan kecil beserta sepeda motor. Perasaan saya
saat itu tak karuan sekaligus panik. Ternyata bagian depan motor saya rusak dan
pecah. Juga spion ikut pecah..
Syukur saja kondisi Rahman tak
apa-apa. Setelah itu dengan susah payah kami menaikkan motor tersebut ke atas.
Alhamdulillah motor masih bisa dihidupkan. Akan tetapi bagian depan yang rusak
parah. Termasuk lampunya. Saya sempat terluka karena ingin membersihkan bagin
kaca yang pecah.
Lalu kami membenahi motor tersebut
agar bisa berjalan pulang dengan nyaman. Sementara bagian depan yang pecah itu
diikat dengan tali rafia. Kami singgah di warung di Loksado. Rahman menikmati
mie goreng. Saya memesan teh es dan wadai. Juga beli tali rafia.
Setelah itu kami terus melanjutkan
perjalanan. Singgah di Tugu Niih untuk sekedar menjenguk sebentar. Ada banyak
orang disana . Seperti biasa sedang membelah paring.
Perjalanan terus berlanjut dengan
suasana hati campur-aduk. Bagaimana nantinya cara memperbaiki motor yang rusak
itu. Juga kemana mendapatkan uang untuk biaya perbaikan. Agar ke rumah dalam
keadaan baik tidak ketahuan. Kami singgah di masjid Padang Batung. Saya shalat
Dzuhur. Hati saya agak tenang juga.
Sekarang giliran saya kembali yang
bawa sepeda motor. Lewat Jembatan Merah. Ke Kandangan. Mendatangi rumah Aliman
Syahrani, rekan sesama penulis / sastrawan yang tinggal di belakang Bappeda
HSS, Tibung Raya. Saya berhutang kepadanya. Saya sampaikan nanti kalau sudah
gajian akan saya kembalikan. Lalu saya pamitan. Kemudian saya mencari bengkel
motor. Pertama ke Parincahan,. Tapi tak ada barangnya. Lantas balik ke Pasar
Kandangan. Alhamdulillah ada. Namun harus menunggu giliran karena banyak motor
lain yang antre untuk diperbaiki. Sekitar satu setengah jam menunggu motor saya
bisa baik kembali. Lalu saya membayar biaya perbaikan tersebut. Bayarnya beda
untuk beli barang bayar kepada pemilik bengkel. Untuk perbaikan kepada montir
yang mengerjakan.
Saya pulang dengan rasa senang yang
bercampur aduk. Banyak cerita yang dibawa pulang. Adapun kesalahan saya kali
ini diantaranya kenapa hari kerja ke Loksado ? Ke Riam Hanai sepeda motor
dibawa langsung ke lokasi. Tidak seperti biasa yang diparkir dekat rumah
penduduk saja lalu berjalan kaki menuju tempat air terjun.
Tapi semuanya sudah dilewati. Nasi
sudah jadi bubur. Semoga ada hikmah dibalik semua ini. Pengalaman paling
berharga yang tak akan terlupakan seumur hidup saya. (akhmad husaini)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar