Rabu, 10 September 2014
Percaya atau tidak bahwa kematian
itu merupakan keniscayaan. Kemanapun manusia pergi atau menghindari kematian,
kalau sudah sampai saatnya, maka orang tidak bisa menghindar. Kemanapun manusia
lari untuk menyelamatkan diri, kalau sudah sampai jatahnya mati, maka mautpun
akan menjemputnya. Namun kalau belum saatnya ajal, maka tertimbun reruntuhan
bangunan sehari-semalampun tetap hidup. Dalam hal kematian ini ternyata
matematika manusia tidak bisa mengalahkan matematika Allah SWT.
Kematian dari satu sisi diartikan
pisahnya roh dari jasad sehingga tubuh manusia tidak dapat melakukan fungsinya
lagi. Kematian inilah yang merupakan musibah besar bagi perjalanan hidup
manusia. Namun melupakan kematian merupakan bahaya yang lebih besar lagi.
Mati dalam arti lain adalah tidak
berfungsinya potensi dalam kehidupan ini meskipun roh masih lengket dengan
jasad. Seorang politikus yang tidak lagi aktif dibidang politik dapat dikatakan
mati karier (politiknya). Seorang olahragawan yang tidak lagi aktif dibidangnya
entah sebagai pelaku, pengamat, atau penulis di bidang olahraga, berarti juga
telah mati profesinya. Demikian pula pemilik ilmu tertentu. Apabila mereka
tidak lagi berkecimpung dan tidak mengembangkan ilmunya, maka orang ini
sebenarnya telah mati (ilmu, pikiran) dalam hidup (ruh) nya. Inilah yang
dimaksud dengan janganlah mati sebelum mati.***
Kandangan, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar