Di hilir rumah
Intingan berdiam Nini Randa Balu yang banyak memelihara ayam. Ayamnya banyak,
tidak terhitung. Nini Randa Balu tidak bisa berhitung. Di rumahnya dia
sendirian saja. Makanya dia senang sekali bila dikunjungi. Apalagi sampai
menginap, bisa-bisa diberinya ayam.
Intingan berangkat berkunjung ke
rumah Nini Randa Balu. Dia mau meminta ayam. Karena dirumah kehabisan lauk.
” Oooi Nini saya
datang berkunjung, ikut menginap,” ujar Intingan.
” Oh cucuku, cepat naik, senang
sekali aku kalau kamu datang,” ujar Nini Randa Balu menyambut.
Terbungkuk-bungkuk dia berjalan membuka pintu.
Nini Randa orangnya sudah tua.
Rambutnya penuh uban. Bila tidur malam terbatuk-batuk sambil menyepakkan kaki
ke dinding rumah.
Setelah makan malam Nini Randa Balu
dan Intingan mau tidur. Tempat tidur berada di ruang belakang.
” Saya tidur dimana, Ni?” ujar
intingan.
” Kamu berbaring saja di hunjuran
kakiku,” ujar Nini Randa menyahut.
Lalu mereka tidur. Tak lama, Nini
Randa terbatuk-batuk sambil menyepakkan kakinya. Intingan terpelanting jatuh
ditendang kaki Nini Randa. Intingan terbangun, lalu berbaring kembali. Nini
Randa mendengar Intingan datang dari luar.
” Datang darimana, cu?”
” Saya datang dari dapur,” ujar
Intingan. Padahal ia jatuh terpelanting. Mereka melanjutkan tidur kembali. Tak
lama kemudian Nini Randa batuk-batuk kembali. Ternyata ayam dikolong rumah
menuruti batuk-batuknya. Mendengar diikuti oleh ayam, lantas Nini Randa marah.
Diambilnya kayu, lalu disambitnya ayam yang mengikuti batuknya sampai kena,
patah kakinya.
Malam itu sampai
lima kali Intingan jatuh kena sepak Nini Randa Balu. Besoknya pagi-pagi sekali
Intingan mau pulang. Ia berkata kepada Nini Randa mau pulang.
” Kenapa kamu
cepat-cepat pulang, cu? Tidak betah kah? Atau tidak bisa tidur karena mendengar
aku batuk-batuk?”
” Tidak Ni. Ditempat Nini enak
sekali tidurnya. Mungkin Nini sering batuk karena kebanyakan makan gula merah,”
ujar Intingan.
” Ha, ha, ha .....aku banyak
mempunyai gula merah.”
Nini Randa cepat-cepat mengambil
gula merah lantas diberikannya kepada Intingan.
Intingan bersalaman dengan Nini
Randa , lalu keluar ingin pulang. Dipandanginya dalam kandang ayam ada ayam
yang kakinya pincang kakinya patah tidak bisa berjalan. Intingan kembali ke
rumah Nini Randa lalu bertanya :
” Nini. Di kandang ada ayam patah
kakinya. Kenapa Ni?”
” Itu ayam kurang ajar, biar saja di
mati,” ujar Nini Randa Balu.
” Aku minta Ni
lah?”
” Ambil saja.”
” Terima kasih Ni.”
Cepat Intingan mengambil ayam yang
patah kakinya itu, untuk dibawa pulang. Sesampainya dirumah ayam itu
disembelihnya. Sementara Dayuhan adiknya tidak mau menolong, ia iri melihatnya.
” Besok aku ingin ke rumah Nini
Randa juga,” ujar Dayuhan.
” Tidak usah Dik.
Ayam ini saja yang kita nikmati bersama-sama,” ujar Intingan.
Memang Dayuhan orangnya keras
kepala, mau menang sendiri. Tidak menurut apa yang dikatakan kakaknya. Besoknya
dia berangkat juga ke rumah Nini Randa Balu. Dimuka pintu rumah Dayuhan
berteriak dengan nyaringnya.
” Nini, saya datang ingin menginap,”
ujar Dayuhan.
” Oh, cucuku cepat naik. Senang
sekali aku kalau dikunjungi,” ujar Nini Randa menyahut sambil
terbungkuk-bungkuk berjalan.
Setelah makan malam Nini Randa Balu dengan Dayuhan mau tidur.
” Saya dimana tidur Ni?” ujar Dayuhan.
” Berbaring kamu di hunjuran
kakiku,” ujar Nini Randa.
Dayuhan disuruh mengibas tempat
tidur. Yang berdua itu lalu tidur.
Tak lama Nini Randa Balu batuk sambil
menyepakkan kakinya. Dayuhan terpelanting jatuh disepak kaki Nini Randa. Dia
terbangun. Setelah itu berbaring kembali. Nini Randa mendengar Dayuhan
terjatuh.
” Datang dari mana kamu, cu ?”
” Aku terpelanting disepak Nini,”
ujar Dayuhan.
” Aku tidak menyepak,” ujar Nini
Randa Balu menyahut, tapi dia terus saja berbaring.
Tidak lama setelah itu dia batuk
lagi, terpelanting lagi Dayuhan kena sepak.
Ayam yang sering menuruti batuk Nini
Randa Balu sudah tidak ada lagi. Yang kemarin dibawa oleh Intingan. Setelah tidak
ada lagi terdengar ayam menuruti batuk Nini Randa Balu. Dayuhan lalu turun ke
tanah. Masuk ke dalam kandang ayam.
Terdengar kembali Nini Randa Balu batuk-batuk
. Dayuhan menuruti batuk Nini Randa Balu. Mendengar batuk dari kandang ayam
Nini Randa marah. Diambilnya kayu lalu disambitnya menuju ke arah kandang ayam.
Ternyata kena kaki Dayuhan . Dayuhan kesakitan. Kakinya bengkak. Pelan-pelan
dia naik ke rumah, tidur kembali dihunjuran kaki Nini Randa. Malam itu kurang
lebih lima kali Dayuhan jatuh terpelanting kena sepak Nini Randa.
Besok paginya Dayuhan hendak pulang.
Dia berkata dengan Nini Randa.
” Kenapa kamu
cepat pulang, cu?”
” Saya tidak karuan tidur . Apalagi
Nini batuk-batuk terus, juga saya disepak,” ujar Dayuhan.
” Kalau seperti itu cepat kamu
pulang,” ujar Nini Randa.
Dayuhan turun dari rumah Nini Randa
berjalan pincang lantaran kaki bengkak kena sambit kayu.
Dalam kandang tidak ada ayam
seekorpun, semuanya sudah keluar, tidak ada yang patah kakinya. Dayuhan pulang
sampai ke rumah kelelahan berjalan. Namun Intingan tidak mau menyalahkan
adiknya. Dicoleknhya janar, diberi garam sedikit lalu dioleskan ke kaki Dayuhan
untuk mengurangi bengkaknya.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar